KEHARMONISAN HUBUNGAN
ANTARA ETNIS BALI DENGAN ETNIS LAMPUNG
(Studi di Kabupaten
Lampung Selatan)
Oleh
DENI AFERO
ABSTRAK
Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hubungan antara etnis Bali dengan etnis non-Bali,
mengapa konflik etnis Bali dengan etnis Lampung cepat membesar, bagaimana peran
pemerintah dalam resolusi konflik, dan bagaimana kondisi realitas keharmonisan
di Kabupaten Lampung Selatan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif.
Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara mendalam. Penentuan informen
secara purposive sampling dengan
memilih beberapa anggota masyarakat yang terlibat langsung pada konflik di
Lampung Selatan dan beberapa tokoh adat Lampung. Informasi dianalisis guna
menarik kesimpulan yang sesuai dengan kondisi realitas di lapangan dengan
metode reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan dan verifikasi.
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa. Pertama, kecenderungan untuk melakukan tindakan tidak
terpuji etnis Bali membuat keresahan mengakibatkan etnis lain bersatu untuk
melawan tindakan tersebut. Kedua, ada ego yang terbangun dan sikap saling
membalas yang dilakukan antara etnis Bali dan Etnis Lampung. Ketiga, pemerintah belum mampu menyelesaikan konflik
antar etnis di Lampung Selatan. Keempat, keharmonisan hubungan antar etnis
terutama antara etnis Bali dengan etnis non-Bali termasuk rendah.
Kata Kunci : keharmonisan, hubungan, etnis.
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika secara de facto mencerminkan
multi budaya bangsa dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Wilayah
negara yang terbentang luas dari Sabang sampai ke Merauke, memiliki sumber daya
alam (natural resources) yang melimpah seperti untaian zamrud di
khatulistiwa dan juga sumber daya budaya (cultural resources) yang
beraneka ragam bentuknya (Koentjaraningrat, 1980). Kemajemukan di indonesia merupakan warisan budaya yang tidak ternilai
harganya, namun semua itu menjadi berbeda ketika kemajemukan tidak dihadapi secara
dewasa dan penuh dengan pemaknaan positif dalam kehidupan berbangsa dan
bertanah air. Semua kekayaan menjadi ancaman bagi keutuhan persatuan suatu
negara yang sedang dalam fase berkembang.
Kondisi masyarakat Indonesia yang berdimensi majemuk dalam berbagai sendi
kehidupan, seperti budaya, agama, ras dan etnis, berpotensi menimbulkan
konflik. Ciri budaya gotong-royong yang telah dimiliki masyarakat Indonesia dan
adanya perilaku musyawarah dan mufakat, bukanlah jaminan untuk tidak terjadinya
konflik. Sangat wajar ketika ketegangan dan persinggungan terjadi
dalam suatu masyarakat yang beragam, sebab bagaimanapun juga dalam masyarakat
majemuk mesti terdapat persaingan dan justru dalam persaingan tersebut terdapat
dinamika yang membentuk kedewasaan dalam mengatasi
persoalan-persoalan yang muncul. Kemajemukan pada masyarakat multi etnis merupakan kunci dalam
kemajuan daerah tersebut, itu dikarenakan perbedaan etnis justru membangun nilai gotong royong
dalam masyarakat guna terbinanya nilai kekeluargaan dimasyarakat yang penuh
perbedaan. Dalam beberapa hal memang agama dan etnis sangat berbeda yang satu
dengan yang lain, namun perbedaan tersebut bukanlah jurang yang membentuk skat
pembatas nilai keharmonisan. Dalam beberapa etnis atau budaya, ada yang mencampur-baurkan nilai
agama dengan nilai budaya, sebagai contoh sederhana, masyarakat etnis Jawa
Abangan yang masih kental akan nilai agama yang menyatu dengan kepercayaan
dalam budaya mereka. Selain itu juga, etnis Bali yang masih menyatukan nilai
agama dengan budaya dan hampir tidak ada batasan. Seharusnya semua itu membuat keberagaman etnis bisa dikendalikan dalam
kerangka doktrin agama yang menyatu dengan budaya dan menjadi pembatas tindakan
anarkis suatu etnis. Perbedaan etnis merupakan kekayaan
masyarakat indonesia, karenanyalah kita bisa mengenal perbedaan dan membuka
pikiran kita dalam perspektif yang lebih luas tanpa harus kita pergi dari
lingkungan tempat tinggal kita. Selain itu juga masyarakat yang multi
etnis akan membuat etnis mereka secara
internal lebih baik dan berkembang tanpa terkungkung oleh zaman yang terus
berkembang.
Menurut Amirulloh Syarbini dkk (2011: 60), manusia adalah makhluk yang paling mulia di dunia. Dibandingkan dengan
makhluk-makhluk Allah lainnya manusia memiliki kelebihan dengan akal dan
pikirannya. Manusia dapat membedakan yang hak dengan yang batil, mana yang bermanfaat
dan mana yang tidak, mana yang menguntungkan dan mana yang merugikan. Namun
demikian, kelebihan yang dimiliki manusia terkadang menjadikan manusia cenderung
ekploitatif terhadap yang lainnya. Bahkan dengan sistematik melakukan perusakan
alam yang semestinya dijaga dan dimanfaatkan. Menurut Haidlor
Ali Ahmad (2010: 185), bangsa Indonesia
hidup dalam masyarakat majemuk, masyarakat serba ganda, ganda kepercayaannya,
kebudayaannya, dan agamanya. Kemajemukan itu dapat menimbulkan dis-integrasi sosial yang dapat mengganggu persatuan dan kesatuan.
Sementara hal tersebut sangat dibutuhkan untuk mewujudkan stabilitas yang sehat dan dinamis guna
terlaksananya pembangunan nasional. Pasca amandemen UUD 1945, jaminan kebebasan beragama atau berkepercayaan semakin
kuat dengan dirumuskannya pasal 28E. Menurut
Jaumin Ma’Arif (2004), kasus konflik antar aliran ini umumnya dililit oleh bias
kepentingan. Lebih jauh ia mengatakan, masalah yang dipersoalkan melebar dan
lebih condong kepada kepentingan politik. Ia menegaskan bahwa konflik antar etnis dan antar agama
di Indonesia umumnya hanya bermula dari masalah yang sangat sederhana, yaitu
fanatisme yang seharusnya hanya berlaku internal itu memasuki wilayah relasi
sosial. Jadi jelaslah yang
bersaing bukan misi etnis itu sendiri,
melainkan organisasinya. Organisasi itu bersifat badan atau fisik, sedangkan
misi itu bersifat rohaniah, banyak pertentangan antara etnis didasarkan pada
aspek organisasi itu, yakni usaha mencari pengikut
yang pada akhirnya selalu berhubungan dengan usaha mencari dana. Maka,
terjadilah konflik antar etnis yang berbeda.
Menurut Burhanudin dkk (1998), dalam hubungan antar dan intra etnis,
pertentangan terjadi bila sumber daya manusia atau pengikut etnis tertentu
merasa akan diambil oleh kelompok yang lain.
Kabupaten
Lampung Selatan memiliki 17 (tujuh belas) kecamatan dan sedikitnya 251 (dua
ratus lima puluh
satu) desa di dalamnya juga 31 (tiga puluh satu) pulau mengelilinginya,
diseluruh kecamatan mempunyai keanekaragaman agama dan etnis yang berkembang
pasca kolonisasi pertama pada tahun 1905 ketika pemerintahan kolonial belanda
baik itu secara kelompok, spontan ataupun sisipan dan transmigrasi pertama pada
tahun 1948 setelah negara merdeka dari penjajahan jepang (BPS Lam-sel 2011). Kabupaten
Lampung Selatan merupakan salah satu kabupaten di Indonesia yang sering terjadi
konflik antar golongan, dan kondisi konflik tersebut dibiarkan terpelihara oleh
pemerintah dengan tidak menyelesaikan akar permasalahan secara serius. Dari
serangkaian konflik yang pernah terjadi di Kabupaten Lampung Selatan,
penyelesaian hanya dilakukan secara sepihak, yaitu pemerintah dengan etnis yang
bertikai, bukan antara kedua etnis kelompok yang didamaikan secara musyawarah
dan mufakat.
Way Panji adalah salah satu kecamatan yang ada di kabupaten Lampung Selatan, dan merupakan salah satu kecamatan yang di dalamnya terdapat berbagai corak kehidupan, baik itu agama atau etnis
dan budaya. Ada beberapa desa yang di dalamnya
terdapat berbagai agama seperti Agama Islam, Kristen Protestan, Kristen
Katolik, dan Hindu dan berbagai etnis mengisi corak pergaulan di daerah itu.
Penduduk dengan etnis Bali di Kecamatan Way Panji adalah salah satu masyarakat
transmigran tertua di Provinsi Lampung khususnya Lampung Selatan. Kecamatan
Kalianda merupakan daerah yang ketika kekuasaan dikendalikan oleh kolonial
Belanda adalah wilayah yang dipergunakan untuk kolonisasi pertama dengan metode
sisipan, yaitu pendatang di campur oleh masyarakat pribumi di daerah tersebut.
Metode ini sangat efektif, dimana masyarakat pendatang dengan cepat membaur
dengan masyarakat pribumi tanpa terpatok oleh budaya yang sudah melekat sebagai
identitas mereka, yang pada akhirnya
memperkaya khasanah budaya di Kalianda itu sendiri. Kecamatan
Kalianda merupakan kecamatan yang paling tenang di Lampung Selatan, tetapi
Kecamatan Kalianda dikelilingi oleh kecamatan-kecamatan yang sering terjadi
konflik di Lampung Selatan. Dengan kondisi demikian, kecamatan Kalianda secara
otomatis memiliki potensi konflik, dan akhirnya menghambat mobilitas dan
perekonomian di pusat kota Kabupaten Lampung Selatan tersebut. Itu terbukti
ketika terjadi ketegangan di Kecamatan Sidomulyo, praktis kegiatan perdagangan
di Pasar Inpres Kecamatan Kalianda terganggu dan sepi dengan pengunjung maupun
penjual.
Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang masalah, yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :
1.
Bagaimana realitas perilaku
etnis Bali di Kabupaten Lampung Selatan dengan
etnis non-Bali di Kabupaten Lampung Selatan?
2.
Mengapa konflik etnis Bali dengan etnis
Lampung cepat membesar di Kabupaten Lampung Selatan?
3.
Bagaimana peran pemerintah terkait
resolusi konflik di Kabupaten Lampung Selatan?
4.
Bagaimana realitas keharmonisan antara
etnis Bali dengan etnis Lampung di Kabupaten Lampung Selatan?
Tujuan Penelitian
1.
Ingin mengetahui realitas perilaku etnis Bali
dengan etnis non-Bali di Kabupaten Lampung Selatan.
2.
Ingin mengetahui mengapa konflik
etnis Bali dengan etnis Lampung cepat membesar di
Kabupaten Lampung Selatan.
3.
Ingin mengetahui peran pemerintah terkait
resolusi konflik di Kabupaten Lampung Selatan.
4.
Ingin mengetahui realitas keharmonisan antara
etnis Bali dengan etnis Lampung di Kabupaten Lampung Selatan.
Kegunaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah dan tujuan penelitian yang telah
dikemukakan di atas maka penelitian ini diharapkan dapat:
1.
Secara teoritis diharapkan hasil penelitian ini dapat
memberikan informasi empiris dan pengetahuan seputar keharmonisan dan kerukunan hidup dalam masyarakat yang majemuk, yang pada
dewasa ini menjadi perhatian serius. Secara akademis penelitian ini nantinya
bisa dijadikan referensi bagi proses penelitian
selanjutnya.
2.
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan masukan/referensi tambahan, bagi
masyarakat mampu secara tepat memposisikan realitas keanekaragaman suku, agama,
dan budaya di kecamatan Way Panji dan dapat diketahui dampak positif jika masyarakat
majemuk lebih menjunjung tinggi perbedaan.
TINJAUAN
PUSTAKA
Teori-teori Keharmonisan Hubungan
Antar Etnis
Menurut Roland
Robertson (1988), ada beberapa teori
tentang usaha untuk menciptakan kerukunan dalam kehidupan yang beragam itu
adalah :
1. Tradisionalisme
dan warisan budaya bersama.
2. Nasionalisme
dan proyeksi kebudayaan bersama yang baru.
3. Toleransi
dan integrasi sosial yang majemuk.
Pengertian Keharmonisan Hubungan
Antar Etnis
Menurut
Amirulloh Syarbini dkk (2011: 73, 111), rukun berarti berada dalam keadaan selaras, tenang
dan tentram tanpa perselisihan dan pertentangan, bersatu dalam maksud untuk
saling membantu. Berprilaku rukun berarti menghilangkan tanda-tanda ketegangan
dalam masyarakat atau antara pribadi-pribadi sehingga hubungan-hubungan sosial
tetap terlihat selaras dan baik. Kata rukun dan kerukunan mempunyai pengertian
damai dan perdamaian dalam kehidupan sehari-hari. Menurut
Hunt dan Walker menyatakan (dalam Hartoyo, 1996), bahwa basis dari aspek
interaksi dari integrasi ialah mengendurnya diskriminasi yang berakar pada
perbedaan-perbedaan etnik, budaya dan agama
tersebut. Selain itu juga, menurut Ioanes Rakhmat (2011), untuk dapat membuat
kemajemukan sebagai sebuah unsur pemersatu dan penginspirasi bangsa, setiap
orang di Indonesia, apapun etnis dan aliran keagamaannya (atau aliran kepercayaannya),
perlu memandang etnisnya sebagai komplemen atau unsur pelengkap bagi etnis lainnya. Sebab, unsur yang potensial
dapat saling memperkaya, baik dalam doktrin antar etnis maupun dalam praktek kehidupan bermasyarakat.
Menurut Nasikun
(dalam Hartoyo, 1996), masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk yang
terdiri lebih dari 300 kelompok etnik yang terbagi menjadi beberapa agama,
masing-masing hidup dengan ciri bahasa dan identitas kulturnya. Setiap etnis
memiliki doktrin akan kerukunan dalam berkehidupan sosial, selain itu doktrin
untuk selalu menjunjung tunggi nilai-nilai gotong royong atau saling membantu
antar sesama. Menurut Azhari Akmal Tarigan (2011), untuk dapat memandang
setiap etnis
sebagai sebuah pelengkap bagi etnis lainnya yang berbeda, dan untuk dapat saling
memperkaya antara etnis yang satu dan etnis yang lainnya, orang beretnis apapun harus sudah
terbebas dari dogma superiorisme, yakni dogma atau akidah yang memandang etnis sendiri sebagai etnis pemenang yang
mengungguli semua etnis lainnya dalam segala segi. Karena demikianlah nilai
yang dikembangkan adalah nilai plural dan kebersamaan kita sebagai makhluk
sosial.
Landasan Keharmonisan
Hubungan Antar Etnis Menurut Masing-masing Agama
Landasan Keharmonisan Antar Etnis
dalam Agama Islam
Dalam Al-Quran surat Al
Hujurat (ayat 13) yang artinya:
Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Landasan Keharmonisan
Antar Etnis dalam Agama Kristen
Dalam surat Roma 15:5 yang berbunyi :
semoga Allah adalah sumber ketekunan dan
penghiburan, mengaruniakan kerukunan kepada kamu sesuai kehendak Yesus Kristus”
Hal ini sesuai dengan perintah Al-kitab, surat Matius 22:37-39 yang berbunyi :
Kasihi Tuhan Allah-mu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu
dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang kedua yang sama dengan itu ialah:
kasihilah sesamamu manusia seperti mengasihi dirimu sendiri. Pada kedua hukum
inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan Kitab para Nabi.
Landasan Keharmonisan
Antar Etnis dalam Agama Hindu
Dalam Reg Weda
X.191 :2 yang berbunyi :
Berkumpul, berbicaralah satu dengan yang lain. Bersatulah dalam
semua pikiranmu, sebagai halnya para Dewa pada zaman dahulu bersatu.
Landasan Keharmonisan
Antar Etnis dalam Agama Budha
Dikutip dari
prasasti batu kalingan No. XIII dari Raja Asoka yang berbunyi :
Jika kita menghormati agama sendiri dan mencela agama lain tanpa
suatu dasar yang kuat. Sebaliknya agama yang lainpun dihormati atas dasar-dasar
tetentu. Dengan berbuat demikian kita telah membantu agama kita sendiri untuk
berkembang, di samping menguntungkan pula orang lain. Dengan berbuat sebaliknya
kita merugikan agama kita sendiri dan mencela agama orang lain, semata-mata
didorong oleh rasa bakti terhadap agamanya sendiri dengan berfikir : “bagaimana
aku dapat memuliakan agama aku sendiri”. Dengan berbuat demikian malah amat
merugikan agamanya sendiri. Oleh karena itu kerukunan yang dianjurkan dengan
pengertian bahwa semua orang hendaknya mendengarkan dan bersedia mendengarkan
ajaran yang dianut orang lain.
Dasar-dasar Keharmonisan Hubungan Antar Etnis Menurut Pemerintah
Tentang Penanganan Konflik Antar Etnis
Dikeluarkan
Undang-undang Nomor 7 tahun 2012 tenang penanganan konflik sosial atas dasar
Undang-undang Dasar 1945 Pasal 18B ayat (2), Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28G ayat (1), dan Pasal 28J.
Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan
Etnis
Dirumuskanlah Undang-undang
Nomor 40 tahun 2008 tentang penghapusan diskriminasi ras dan etnis. Sesuai
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 20, Pasal 21,
Pasal 27 ayat (1), Pasal 28B ayat (2), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat
(1) dan ayat (2).
Bentuk-bentuk Keharmonisan Hubungan Antar Etnis
Unsur-unsur
kerukunan antar etnis antara lain: 1) masyarakat ramah antar tetangga, 2) kehidupan yang
terbangun harmonis, 3) gotong royong, 4) saling menutupi kekurangan, 5) cinta
damai, 6) toleransi dalam beribadat, 7) menghormati hak orang lain, 8) selaras,
9) dinamika yang tenang, 10) tentram tanpa perselisihan diatas perbedaan, 11)
menjunjung tinggi nilai kekeluargaan, 12) menghindari ketegangan dalam
pertentangan, 13) pembangunan merata dalam semua aspek, 14) seimbang antara hak
dan kewajiban, 15) bersahaja, 16) saling membuka akan hal baru.
Faktor-faktor Pendukung Keharmonisan
Hubungan Antar Etnis
Faktor Intern. Adalah
adanya kesadaran dari setiap individu itu sendiri untuk melakukan hal-hal yang
dapat membawa kemaslahatan bagi masyarakat dan ini merupakan tanggung jawab
dari individu itu sendiri seperti saling mengasihi, menyayangi, toleransi, dan
saling bersilaturahmi.
Faktor Ektern. Adalah
adanya kegiatan-kegiatan sosial yang diadakan oleh masyarakat itu sendiri
seperti gotong royong, pembuatan parit jalan, karang taruna, risma, tolong
menolong antar tetangga, dan ataupun aktivitas yang bersifat spontanitas.
Hambatan-hambatan Dalam Membangun Keharmonisan
Hubungan Antar Etnis
Menurut Ioanes Rakhmat (2011), adapun beberapa faktor yang menghambat:
(1) Fundamentalisme. (2)Pandangan
dan sikap pro-Barat dan anti-Arab versus pandangan dan sikap pro-Arab
dan anti-Barat. (3) Kemiskinan yang masih mencirikan kehidupan bagian terbesar
rakyat. (4) Politik oportunis devide et. (5) Keberpihakan pemerintah (pusat maupun daerah. (6) Keberagamaan
yang irasional mitologis masih sangat kuat.
Pengertian
Konflik Sosial
1.
Berstein. Menurut Berstein, konflik merupakan
suatu pertentangan atau perbedaan yang tidak dapat dicegah. Konflik ini
mempunyai potensi yang memberikan pengaruh positif dan negatif dalam interaksi
manusia.
2.
Robert M.Z. Lawang. Menurut Lawang, konflik adalah
perjuangan memperoleh status, nilai, kekuasaan, di mana tujuan mereka yang
berkonflik tidak hanya memperoleh keuntungan, tetapi juga untuk menundukkan
saingannya.
3.
Ariyono Suyono Menurut Ariyono Suyono, konflik adalah
proses atau keadaan di mana dua pihak berusaha menggagalkan tercapainya tujuan
masing-masing disebabkan adanya perbedaan pendapat, nilai-nilai ataupun
tuntutan dari masing-masing pihak.
4.
James W. Vander Zanden Menurut Zanden dalam
bukunya Sociology, konflik diartikan sebagai suatu pertentangan mengenai
nilai atau tuntutan hak atas kekayaan, kekuasaan, status atau wilayah tempat
yang saling berhadapan, bertujuan untuk menetralkan, merugikan ataupun
menyisihkan lawan mereka.
5.
Soerjono Soekamto. Menurut Soerjono, konflik merupakan suatu proses sosial di mana orang per
orangan atau kelompok manusia berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan
menentang pihak lawan yang disertai ancaman atau kekerasan
(Ajat Sudrajat, 2012).
METODE
PENELITIAN
Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
kualitatif, istilah penelitian kualitatif dimaksud
sebagai jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur
statistik atau bentuk hitungan lain. Dengan mengambil informan melalui teknik purposive, karena ditinjau dari sudut cara dan taraf
pembahasan masalahnya serta hasil yang akan dicapai. Penelitian ini bermaksud
mengetahui dan menjelaskan keharmonisan hubungan antara
etnis Lampung dengan etnis Bali yang ada dikalangan Kabupaten Lampung Selatan.
Dimana dewasa ini banyak daerah-daerah yang sering terjadi konflik dari awalnya
hanya irisan-irisan yang kemudian berkembang benjadi gesekan antar etnis. Penelitian ini
diharapkan mampu memberikan makna luas akan arti kehidupan yang penuh dengan
rasa solidaritas, plural, majemuk, dan penuh rasa saling hormat menghormati,
dan harmonisasi sosial. Penelitian ini termasuk penelitian lapangan atau fild research, yaitu penelitian yang
mengangkat data permasalahan yang ada di dalam masyarakat. Metode yang
digunakan adalah deskriptif yang
menggunakan analisa kualitatif dengan mengambil informan dari beberapa orang
yang terlibat dalam konflik.
Fokus Penelitian
Dengan adanya fokus penelitian, akan menghindari pengumpulan data yang
serampangan dan hadirnya data yang melimpah ruah. Oleh karena itu, penelitian
ini akan difokuskan pada:
1.
Pada tokoh adat dan masyarakat yang
terlibat langsung dalam beberapa konflik di Kabupaten Lampung Selatan, untuk
mengetahui faktor-faktor konflik dan eskalasi massamudah
berkembang.
2.
Tahapan
meliputi prapersiapan, persiapan, dan pelaksanaan penelitian di Kabupaten
Lampung Selatan.
Lokasi Penelitian
Penelitian ini
dilakukan di Kabupaten Lampung Selatan. Penetapan lokasi penetilian tersebut
berdasarkan beberapa pertimbangan diantaranya:
1.
Karena Kabupaten
Lampung Selatan sangat sering terjadi konflik horizontal antar etnis dalam
beberapa tahun terakhir.
2.
Besarnya potensi gesekan antar etnis di Lampung Selatan.
3.
Beberapa konflik besar
antara etnis Lampung dengan etnis Bali
yang terjadi di Provinsi Lampung terjadi di Kabupaten Lampung Selatan.
Teknik
Pengumpulan Data
1.
Teknik Studi Dokumenter
2.
Wawancara
3.
Teknik Analisis Data
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Sejarah Terbentuknya Kabupaten Dati II Lampung
Selatan
Sejarah
terbentuknya Kabupaten Dati II Lampung Selatan erat kaitannya dengan
Undang-undang Dasar 1945. Di dalam Undang-undang Dasar 1945 bab VI Pasal 18
menyebutkan bahwa “Pembagian Daerah di Indonesia atas daerah besar dan kecil,
dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-undang, dengan
memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara
dan hak-hak asal usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa”. Perkembangan
selanjutnya, guna lebih terarahnya pemberian otonomi kepada daerah bawahannya
yaitu diatur selanjutnya dengan Undang-undang Darurat Nomor 4 tahun 1956
tentang pembentukan daerah kabupaten dalam lingkungan Daerah Provinsi Sumatera
Selatan sebanyak 14 Kabupaten. diantaranya Kabupaten Dati II Lampung Selatan
beserta DPRD dan 7 (Tujuh) dinas otonom, yang ditetapkan pada tanggal 14
November 1956.
Dengan
ditingkatkannya status Kota Tanjung Karang-Teluk Betung menjadi kota praja
Berdasarkan Undang-undang Nomor 28 tahun 1959, praktis kedudukan ibu kota
Kabupaten Daerah Tingkat II Lampung Selatan berada di luar wilayah
administrasinya. Usaha-usaha untuk memindahkan ibu kota Kabupaten Daerah
Tingkat II Lampung Selatan dan Wilayah kota madya Daerah Tingkat II Tanjung
Karang-Teluk Betung ke Wilayah Administrasi Kabupaten Daerah Tingkat II Lampung
Selatan telah dimulai sejak tahun 1968. Selanjutnya berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 39 tahun 1981 tanggal 3 November 1981, ditetapkan Pemindahan
Ibukota Kabupaten Daerah Tingkat II Lampung Selatan dari Wilayah Kotamadya
Tanjung Karang-Teluk Betung ke Kota Kalianda. Yang terdiri dari Kelurahan
Kalianda, Kelurahan Way Urang dan Kelurahan Bumi Agung (Sejarah Terbentuknya
Kabupaten Dati II Lampung Selatan, 2007).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Realitas Perilaku Etnis Bali Dengan
Etnis non-Bali di Kabupaten
Lampung Selatan
Mayoritas
masyarakat etnis Lampung beragama Islam, sedangkan masyarakat etnis Bali
beragama Hindu, Ketimpangan terjadi ketika kita menelaah kebiasaan etnis Bali
yang memelihara atau mempunyai ternak hewan yang dianggap tidak lazim bagi umat
muslim.
Ragam Konflik Antara Etnis Bali Dengan Etnis non-Bali
Berikut ini
adalah beberapa konflik yang pernah terjadi antara etnis Lampung dengan etnis
Bali di Kabupaten Lampung Selatan, yang pernah terjadi dalam beberapa tahun
terakhir dengan berbagai penyebab konflik. Pada akhirnya menyebabkan arogansi harga diri untuk
menyelesaikan konflik secara primordial dengan mekanisme kekerasan, tanpa mempertimbangkan akibat dalam jangka panjang.
1.
Warga
Desa Bali Nuraga Dengan Warga Desa Sandaran
Pada awalnya, antara tahun 1982 pernah
terjadi perselisihan antara warga Desa Bali Nuraga dengan warga Desa Sandaran
yang diakibatkan oleh saling rebut areal
kekuasaan antara calo agen yang berlatar belakang etnis
Lampung dengan calo agen yang berlatar belakang etnis Bali dari Desa Bali Nuraga.
Akibat perselisihan itu, berbuntut
pada penyerangan yang dilakukan oleh warga Desa Bali
Nuraga yang notabene adalah etnis Bali, tidak diketahui pasti jumlah korban
tetapi dua rumah habis terbakar di Desa Sandaran yang diakibatkan penyerangan
tersebut.
2.
Warga
Bali Ketapang Dengan Warga Desa Tetaan
Kemudian pada
tahun 2010, karena perkelahian antara
pemuda Lampung dengan pemuda beretnis Bali, masyarakat
Bali dari Kecamatan Ketapang menyerang Desa Tetaan Kecamatan Penengahan.
Penyerangan tersebut menghancurkan gardu ronda dan pangkalan ojek di perempatan
Gayam Kecamatan Penengahan, tidak diketahui secara pasti kerugian dan korban baik itu korban
jiwa ataupun korban luka.
3.
Warga
Bali Dengan Warga Desa Marga Catur
Setelah itu
antara tahun 2011 terjadi lagi konflik antara warga Bali dengan warga Desa
Marga Catur yang beretnis Lampung. Pertikaian terjadi diakibatkan karena saling
senggol antara kedua kelompok pemuda pada saat berjoget di acara resepsi
pernikahan warga Desa Marga Catur. Konflik meluas dan mengakibatkan korban luka
dari pihak pemuda Bali.
4.
Warga
Bali Napal Dengan Warga Desa Kota Dalam Sidomulyo
Setelah itu
terjadi lagi konflik horizontal yang dikarenakan lahan parkir di Desa Sidomulyo
antara warga Sidomulyo yang beretnis Lampung dengan warga Dusun Napal yang
beretnis Bali di Tahun 2012 bulan Januari. Pertikaian dikarenakan Perebutan
lahan parker. Karena terjadi cekcok antara tukang parkir, warga Desa Napal
memanggil teman-temannya dan melakukan pengeroyokan di pasar Sidomulyo dan
melakukan Penyerangan terhadap Desa Kota Dalam yang mengakibatkan beberapa
orang warga Kota Dalam menjadi korban luka-luka. Pemuda Lampung pun melaporkan
kejadian tersebut kepada tokoh adat Lampung, karena tidak terima dengan
kejadian tersebut.
5.
Konflik
Antara Etnis Bali Dengan Pendatang yang Beretnis Semendo di Kecamatan Palas
Pada tahun 2005
masyarakat Bali Agung Kecamatan Palas terlibat konflik dengan masyarakat Desa
Palas Pasmah, penyebab terjadinya konflik pada saat itu adalah karena pertikaian pemuda ketika acara organ
tunggal.
Akhirnya kerusuhan bermuara pada
penyerangan terhadap Desa Palas Pasmah dan beberapa rumah warga Desa Palas Pasmah
terbakar. Kemudian pada tahun 2010 warga masyarakat Bali Agung kembali melakukan
penyerangan, kali ini penyebab terjadinya konflik karena keributan antara
pelajar SMAN 1 Penengahan Lampung Selatan yang beretnis Bali dengan pelajar
lain yang beretnis
Semendo. Karena perkelahian pelajaran
tersebut berbuntut pada penyerangan terhadap Desa Palas Pasmah.
6.
Warga
Masyarakat Bali Dengan Masyarakat Desa Ruguk di Kecamatan Ketapang
Warga Bali pada
Tahun 2009 di Kecamatan Ketapang menyerang (melempari) Masjid di Desa Ruguk, penyerangan dikarenakan suara Adzan yang dianggap
terlalu kuat di masjid, karena hal tersebut masjid Desa Ruguk menjadi sasaran yang mengakibatkan rusaknya atap masjid
akibat pelemparan tersebut. Penyerangan tersebut tidak mengakibatkan korban
baik luka maupun korban jiwa.
7.
Warga
Desa Bali Nuraga Dengan Warga Desa Patok Sidoarjo Kecamatan Way Panji
Pada saat malam
takbiran Idul Fitri tahun 2012, para pemuda Desa Bali Nuraga melakukan
kerusuhan/keonaran di depan masjid Sidoarjo Way Panji saat umat muslim sedang
mengumandangkan takbir kemenangan atas puasa Ramadhan sebelumnya. Pemuda Bali
Nuraga menganggap umat Islam melakukan kebisingan dengan menghidupkan petasan
di wilayah tersebut, sedangkan bagi umat Islam dihampir seluruh penjuru dunia
biasa dalam memeriahkan malam Idul Fitri dengan bertakbir dan memainkan
petasan.
Penyebab Konflik Antara Etnis Bali Dengan Etnis
Lampung
Pada subbab ini, penulis akan memaparkan
kronologi penyebab konflik antara etnis Bali dengan etnis Lampung di Lampung
Selatan pada tanggal 27 sampai dengan 29 Oktober 2012 berdasarkan temuan-temuan
fakta di lapangan. Selain itu juga akan dijelaskan kondisi pasca bentrok di
lampung selatan.
Penyebab Awal Konflik
Sekitar pukul
13.00 WIB, awalnya
dua gadis Lampung pulang dari pasar Patok Sidoarjo Kecamatan Way Panji menuju Desa Agom
Kecamatan Kalianda dengan berboncengan sepeda motor. Ketika melewati wilayah sepi
yang masih terdapat banyak sawah warga, mereka didekati dengan 2 lelaki
pengendara motor lain yang berboncengan,
yang juga notabene warga Desa Bali Nuraga Kecamatan Way Panji.
Peta Penyebab Konflik
Membesar
Setelah kejadian
tersebut, sekitar pukul 14.00 WIB warga Desa Agom yang diwakili orang tua kedua
korban, Kepala Desa Agom, tokoh pemuda, dan tokoh masyarakat pergi munuju Desa
Bali Nuraga. Maka menemui Kepala Desa Bali Nuraga untuk meminta pertanggung
jawaban atas tindakan pelecehan warganya yang mengakibatkan kedua gadis harus
dilarikan kerumah sakit. Kemudian Kades Bali Nuraga mengantar kerumah warganya
yang menjadi pelaku jatuhnya 2 gadis Desa Agom. Terjadi dialog antara kedua
Kades, orang tua korban, dan orang tua Pelaku. Kades Agom menginginkan pertanggung
jawaban sepenuhnya atas warganya yang menjadi korban. Tetapi Kades Bali Nuraga
tidak menyanggupi dan memberikan penawaran bahwa kerugian diselesaikan bersama
yaitu setengah dari pihak Bali Nuraga dan setengah dikembalikan kepada orang
tua korban.
Eskalasi Massa
Kompleksitas
dari gesekan yang sering terjadi membuat masyarakat etnis Lampung menganggap
ada kehormatan yang harus diperjuangkan. Pada sisi lain kalangan masyarakat
etnis Bali menganggap bahwa mereka adalah satu keutuhan yang takkan bisa
dipecahkan jika kebersamaan terus dijaga tanpa memperhatikan sumber masalah
yang ada dan coba memecahkannya dengan jalan dialogis bersama. Akhirnya upaya
perdamaian menjadi buntu, kedua etnis merasa ada hal penting menyangkut ego
masing-masing etnis.
Akibat yang Ditimbulkan
Karena Penyerangan
Penyerangan
tersebut mengakibatkan sedikitnya 345 rumah porak-poranda akibat dirusak dan
dibakar dan sekitas 103 rumah rusak
ringan, tidak diketahui secara jelas korban tewas di
hari Senin, dari harian Media Indonesia Online
pada tanggal 30 oktober pukul 15.50 WIB menyebutkan 10 korban meninggal dunia
pada hari senin tersebut. Sedangkan kompas.com
merilis 9 korban tewas pada hari Senin. Sedangkan
Menurut warga Lampung dari Desa Kedaton yang pada hari Senin 19 November menerangkan
jumlah korban meninggal pada hari Senin 29 Oktober berjumlah 77 (tujuh puluh
tujuh) orang. Keterangan ini sesuai dengan keterangan salah seorang anggota
Korps Brimob yang bertugas di tempat kejadian, dia mengatakan bahwa Korban yang
ditemukan hingga tanggal 17 November lebih dari 30 (tiga puluh) kantung mayat
yang berhasil ditemukan.
Hasil Perdamaian Konflik
Kesepakatan
perdamaian dicapai pada hari minggu 4 november 2012 yang di hadiri petinggi
pemerintah Provinsi Lampung, Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan, Tokoh adat
Lampung yang diwakili oleh Temenggung Niti Zaman dan Syafrudin Husin juga tokoh
adat Bali Lampung Selatan yang diwakili oleh Made Sukintre, Wayan Gambar, Made
Sumite, Nyoman Gita, Putu Supandi, Jro Gede Suti, Sudarsana, Made Karyase,
Mulyana, Made Suka. Dengan menandatangani Surat Pernyataan dan 10 poin
perdamaian yang akan dijaga oleh kedua etnis khususnya dan seluruh etnis yang
ada di Lampung Selatan umumnya.
Peran Pemerintah Dalam Resolusi Konflik
Hingga saat ini
banyak wilayah di Indonesia yang terjadi konflik antar etnis, tetapi
penanggulangan hanya bersifat sementara untuk meredam konflik di wilayah itu
saja tanpa memperhatikan potensi konflik di daerah transmigran lain. Seharusnya
pengelola transmigrasi memperhatikan benar wilayah tujuan dengan masyarakat
yang menjadi target pemindahan baik itu segi etnis, agama, dan kebiasaan, agar
tidak timbul kesenjangan antar pendatang dengan warga pribumi.
Dalam hal ini
resolusi konflik sebenarnya belum terlembaga secara memadai, untuk itu diperlukan upaya membentuk dan merevitalisasi
lembaga-lembaga, baik adat maupun pemerintahan, yang terkait dengan persoalan
primordial itu secara lebih serius. Tujuan utamanya jelas agar potensi konflik
yang melibatkan unsur etnis dapat menemukan jalur penyelesaian secara lebih
cepat, berkeadilan, dan komprehensif.
Realitas Keharmonisan Antara Etnis Bali dengan Etnis Lampung
di Kabupaten Lampung Selatan
Untuk kabupaten yang memiliki banyak indikator konflik, pencegahan
harus menjadi pendekatan utama pemerintah, aparat keamanan, dan masyarakat.
Aparat keamanan tidak berhasil menurunkan ketegangan dan mencegah kekerasan karena
intervensi baru dilakukan ketika konflik sudah hampir meluas, pemerintah
seharusnya memberikan perhatian serius kepada masyarakat melalui paguyuban atau
organisasi di masyarakat agar peran pemerintah tetap memiliki power dimata
masyarakat. Dalam kasus di Lampung Selatan ini, terlihat bahwa masyarakat tidak
memiliki kepercayaan terhadap lembaga hukum di daerahnya, sehingga masyarakat
memutuskan untuk terjun langsung dalam menyelesaikan permasalahan di masyarakat
itu sendiri. Tetapi dengan keterbatasan masyarakatlah sehingga mereka
mengumpulkan jumlah yang besar agar bisa menyelesaikan persoalan mereka. Masyarakat
saat ini memang merasa jenuh dengan hukum yang terlihat berkurang dalam segi
kualitas, maka dari itu, hukum harus kembali menciptakan keamanan dalam sisi
kehidupan masyarakat, agar kepercayaan masyarakat kembali muncul dalam
menyerahkan persoalan yang ada.
KESIMPULAN
DAN SARAN
Kesimpulan
Dengan melihat hasil penelitian dan pembahasan juga dengan
memperhatikan rumusan masalah, maka terdapat beberapa kesimpulan antara lain :
1.
Pergeseran
makna doktrin dalam etnis Bali
memasuki wilayah prilaku tidak
terpuji, dimana mereka menganggap etnis mereka
superior dan
menindas
etnis lain tanpa menelisik akar permasalahan yang sedang dihadapi. Selain itu, etnis Lampung merasa ada nilai harga diri yang harus
dijunjung tinggi ketika ada masyarakat di wilayahnya mendapat perlakuan yang
tidak semestinya. Sehingga keharmonisan tidak
terbangun secara fundamental antara etnis Bali dengan etnis non-Bali, baik itu
Lampung sebagai pribumi atau dengan pendatang lain di Kabupaten Lampung
Selatan. Tercatat sudah 9 (sembilan) kali terjadi ketegangan di Lampung Selatan
dalam waktu ± 30 (tiga puluh) tahun terakhir.
2.
Kegeraman akan
keresahan yang telah diperbuat dalam jangka waktu yang cukup lama dengan
berbagai latar belakang masalah,
membuat etnis Lampung di
Provinsi Lampung dan etnis pendatang lain di Lampung Selatan merasa harus
meyelesaikan rangkaian konflik dan perilaku
tidak terpuji masyarakat etnis Bali
di Lampung Selatan agar kecenderungan untuk mengulangi perbuatan yang tidak
terpuji tidak terjadi di suatu hari mendatang. Sebab keresahan yang selama ini
terjadi tidak akan berhenti sampai etnis Bali merasakan benar akibat dari tindakan
tidak terpuji yang mereka bangun
selama ini tanpa memikirkan keharmonisan yang seharusnya bisa dibangun dengan
etnis lain di wilayah itu. Sleain itu, ada
ego yang terbangun dan sikap saling membalas yang dilakukan, dan juga karena
keamanan yang kurang ditingkatkan.
3.
Sesungguhnya
pemerintah secara lembaga belum mampu menyelesaikan konflik yang terjadi di
lingkungan hukumnya, meskipun telah ada undang-undang yang mengatur tentang
penanganan konflik, tetapi itu hanya diatas kertas belaka tanpa ada pengawalan
serius dilapangan. Ini yang pada akhirnya membangun opini masyarakat akan
keterkaitan pemerintah terhadap konflik yang terjadi untuk kepentingan politik
para pemimpin pemerintah di wilayah yang sering terjadi konflik horizontal
karena perbedaan etnis dan agama.
4. Perdamaian yang
terjadi di Desa Agom Kecamatan Way Panji pada tanggal 21 November 2012, terdaapat beberapa desa
di Lampung Selatan yang belum menyetujui perdamaian tersebut. Kondisi ini akan menjadi bom waktu untuk perdamaian
yang ada di Lampung Selatan, karena pemerintah tidak memperhatikan benar
keinginan perdamaian masyarakat yang terlibat konflik rasial di Lampung
Selatan, selain itu masyarakat merasa perdamaian yang terjadi bukan merupakan win-win solution bagi kedua belah pihak
yang terlibat konflik secara langsung. Dengan
kata lain, kondisi hubungan antara etnis Bali dengan etnis Lampung tidak
harmonis, terbukti dengan adanya fakta konflik dan resolusi tidak terbangun
dengan baik.
Saran
Pembentukan FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) harus diiringi dengan
pendampingan dalam jangka panjang, perdamaian, Keharmonisan dan kerukunan akan
mudah terlaksana jika ada forum bersama yang dianggap terhormat dan memiliki
posisi tawar tersendiri dalam masyarakat. Pengawalan pemerintah harus bisa
mengangkat simpati masyarakat dalam menjaga kerukunan di wilayahnya, bukan
mengartikan FKUB sebagai organisasi yang superior melainkan memiliki daya pikat
terhadap masyarakat.
Masyarakat yang berbatasan langsung dengan etnis lain atau pendatang agar
bisa lebih dewasa dari masyarakat pribumi dalam menghadapi persoalan yang
diakibatkan remaja atau pemuda mereka. Dan juga mengajarkan arti kebersamaan
dalam keberagaman, bukan justru mendukung perilaku remaja dan pemuda mereka
bersikap egois dengan etnis lain. Selain itu, peran tokoh adat, tokoh pemuda
dan tokoh masyarakat harus meluruskan makna doktrin kebudayaan dalam adat
mereka secara harfiah agar penyimpangan tidak terus berkembang kepada generasi
penerus yang seharusnya bisa mengangkat derajat nilai budaya etnis mereka
kepada khalayak luas.
Perdamaian dalam
masyarakat dan hidup penuh toleransi sesungguhnya bukan hal yang tidak mungkin
terjadi, tetapi semua itu tidak akan terlahir dengan sendirinya tanpa melewati
proses yang panjang. Seharusnya masyarakat menyadari betul pentingnya arti
kedewasaan dalam menyelesaikan permasalahan secara adat, bukan justru mencari
siapa yang benar dan siapa yang salah dalam bermusyawarah dan bermufakat.
DAFTAR PUSTAKA
Abineno. 1990. Pokok-Pokok Penting Dari Iman Kristen. BPK
Gunung Mulia. Jakarta.
Ahmad, Haidlor Ali, 2010. Dinamika Kehidupan Keagamaan di Era
Reformas. Kementerian Agama RI. Jakarta.
Burhanudin. Jajat. Subhan.
Arief. 1998. Sistem Siaga Dini; Unruk
Kerusuhan Sosial. Badan Litbang Depag RI dan PPIM-IAIN Jakarta. Ciputat.
Danu, Shri. 2009. Pengendalian
Diri Etika dan Toleransi. http://www.hindu-dharma.org/2009/07/pengendalian-diri-etika-dan-toleransi.
Akses 31-07-2012.
Departemen Agama Republik
Insonesia. Al Quran dan Terjemanya.
CV Diponegoro.
Departemen. Dalam. Negeri. 2008. Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. http://www.depdagri.go.id/produk-hukum/2008/11/10/undang-undang-no-40-tahun-2008. Akses 15-12-1012.
. 2010. Data Dasar Profil
Desa/Kelurahan Patok Sidoarjo.
. 2012. Undang-undang Penanganan
Konflik Sosial. http://www.depdagri.go.id/media/documents/2012/05/29/u/u/uu_no.07-2012.pdf. Akses 15-12-1012.
Dhammika, Shravasti. 2006. Maklumat Raja Asoka. http://dhammacitta.org/pustaka/ebook/umum/Maklumat%20Raja%20Asoka.pdf. Akses 31-07-2012.
Hartoyo. 1996. (tesis) Keserasian Hubungan Antar Etnik, Faktor
Pendorong dan Pengelolaannya. Universitas Indonesia. Jakarta.
Koentjaraningrat. 1980. Manusia dan
Kebudayaan di Indonesia. Djambatan. Jakarta.
Lembaga
Alkitab Indonesia. Al Kitab Perjanjian
Baru. Jakarta.
Ma’Arif,
Jamuin. 2004. Manual Advokasi: Resolusi
Konflik Antar-Etnik dan Agama. Ciscore Indonesia. Surakarta.
Pemerintah Kabupaten Lampung
Selatan. 2007. Sejarah Terbentuknya
Kabupaten Dati II Lampung Selatan 14 November 1956.
Rakhmat, Ioanes. 2011. Peran Kaum Muda Indonesia dalam Membangun Kerukunan Umat Beragama: Tantangan,
Peluang, dan Hambatan. http://countertheocracy.blogspot.com/2011/01/peran-kaum-muda-indonesia-dalam.html. Akses 31-07-2012.
Riva’i, Muhammad. 1984. Perbandingan Agama. Wicaksana.
Semarang. (dalam Skripsi Ahmad Zarkasi. 1997. Kerukunan Hidup Beragama : Sebuah Deskripsi di Desa Bawang Kecamatan
Padang Cermin Lam-sel).
Syarbini, Amirulloh.
Al-ma’arif, Ucup, Pathudin. Kusaeri, Ahmad. HR Rodiah. Solehudin. Rahman, Elan,
Zaelani. Komarudin, Oman. Maryama, Ima. 2011, Al-Quran dan Kerukunan Hidup Umat Beragama, PT Gramedia. Jakarta.
Sudrajat,
Ajat. 2012. Pengertian dan Bentuk-bentuk
Konflik Sosial. http://anaajat.blogspot.com/2012/10/pengertian-dan-bentuk-bentuk-konflik.html.
Akses 03-01-2013.
Tarigan, Azhari, Akmal. 2011. Membangun
kerukunan umat beragama. http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=175639:membangun-kerukunan-umat-beragama&catid=33:artikel-jumat&Itemid=981. Akses 31-07-2012.