FEDERASI REPUBLIK INDONESIA
Meskipun atas kehendak
kita sendiri, kita tidak akan membatasi aksi kita "hanya" pada
kemerdekaan bangsa Indonesia yang terhindar oleh imperialisme Belanda.
Pembatasan seperti itu akan segera menyempitkan kita di dalam arti ekonomi,
strategi dan politik.
Kekuasaan atas Semenanjung Tanah Melayu
dengan pusat armada Singapura di dalam tangan imperialisme Inggris bagi kita
sebagai satu "strategisch Umfasung" senantiasa memaksa kita
menjauhi medan perjuangan. Umfasung ini dilengkapi dengan Australia putih
yang anti kulit berwarna di sebelah selatan.
Dalam arti ekonomi, semenanjung bagi kita
adalah sangat penting sebab negeri itu sudah menjadi pasar terbesar bagi
berbagai macam hasil bumi Indonesia; tambahan pula, banyak hubungannya dengan
seluruhnya. Kedudukan kita di antara Malaya dengan Australia, dan kapital
Inggris yang sangat besar di Indonesia, membesarkan dan mengekalkan perhatian
politik imperialisme Inggris atas segala kejadian di Indonesia. Kita tak akan
dapat merampas kemerdekaan Indonesia
tanpa keributan, dan bila ribut, serdadu Inggris tentulah akan siap dengan
senapannya.
Tetapnya kedudukan Amerika di
Indonesia-Utara (Filipina) bagi kita lebih berbahaya daripada yang dapat diduga
oleh seorang Indonesia biasa. Strategi kita tetap terancam, baik dari utara
maupun dari selatan oleh imperialisme modern. Ekonomi Filipina yang
mengeluarkan hasil bumi seperti Indonesia-Selatan menjadi persaingan yang
hebat. Pendeknya, selama politik Indonesia masih terpecah-pecah jadi
beberapa bagian seperti sekarang (bagian Belanda, Inggris, Amerika), tak akan
dapat diadakan persatuan aksi ekonomi, seperti menetapkan harga maksimum hasil
bumi dari negeri-negeri tropik ini di pasar-pasar dunia. Kemerdekaan kita, bagi
Paman Sam yang mungkin sekali berniat untuk selama-Iamanya duduk di Filipina,
bukanlah satu soal "filsafat" politik saja.
Indonesia merdeka yang sekarang meringkuk
di bawah imperialisme Belanda akan dihormati oleh bangsa Indonesia-Utara dengan
gembira dan akan menyebabkan timbulnya agitasi baru untuk kemerdekaan yang
seluas-luasnya bagi mereka. Filipina dalam genggaman Jepang tidak bagus bagi
kita.
Sebaliknya, lambat laun ia berarti
"penaklukan kita bersama" kepada kawanan perampok Asiria modern. Satu
pusat persatuan antara seluruh bangsa Indonesia,
yakni Indonesia
kita. Semenanjung dan Filipina — tak usah dibicarakan dulu Kepulauan Oceania
dan Madagaskar yang jumlahnya tidak sedikit — adalah sine qua non,
sarat untuk merampas dan menjaga kebebasan kita. Celaka sungguh, bangsa
Indonesia di Semenanjung Malaka tak dapat mempertahankan diri dari kebanjiran
bangsa India dan Tiongkok yang terus mengalir ke sana. Perniagaan industri
boleh dikatakan semuanya ada di tangan asing. Bumiputra di kota-kota pesisir
senantiasa didesak ke pinggir kota, dan yang tinggal di darat makin hari makin
jauh menyingkir ke puncak-puncak gunung.
Pabrik-pabrik kereta api, kantor-kantor
gubernemen dan perniagaan sama sekali ada di tangan bangsa asing. Orang
perantauan dari Jawa, Sumatera, Borneo dan Sulawesi terlampau sedikit dan
terlampau lemah kekuatannya untuk mengadakan perjuangan ekonomi melawan bangsa
Benua Asia yang biasanya pandai bekerja, hidup sederhana dan kompak. Proses
pendesakan bangsa Indonesia dalam hal kediaman, ekonomi, politik dan negeri
menyebabkan lahirnya sebuah pergerakan baru di sana. Satu perkumpulan
orang-orang Indonesia yang bernama "Kesatuan-Melayu" menguntungkan
dan mesti kita perhatikan yang segala daya dari orang Indonesia di Semenanjung
untuk pertahanan dan politik. Meskipun masih suram dalam perkataan dan
ragu-ragu dalam aksi, sebuah badan politik seperti itu haruslah dianggap
sebagai sesuatu yang menguntungkan dan mesti kita perhatikan dengan perhatian
yang sepenuh-penuhnya. Segenap daya upaya mengembang dan menciptakan suatu
Persatuan Indonesia Raya di seluruh Kepulauan lndonesia "mesti dan
perlu" ada dan didirikan. Tambahan lagi, boleh diharapkan bahwa besok atau
lusa bangsa Indonesia-Semenanjung akan berikhtiar melahirkan satu pergerakan yang
maksudnya akan memindahkan bangsa Indonesia-Selatan ke sana. Dengan jalan
serupa itu, dapatlah dibatasinya proses pendesakan itu dan diciptakannya satu
dasar tempat Indonesia merdeka "bersandar" dan akhirnya akan
mewujudkan Kemerdekaan Semesta-Indonesia.
Filipino yang terletak di antara Sciylla,
Amerika dan Charyb di Jepang, strategis, "sepenting-pentingnya di
Pasifik" bagi 12.000.000 orang Indonesia di sana sungguh menjadi satu soal
yang memutuskan harapan untuk merebut kemerdekaan nasional. Kedudukan Filipina
terlalu penting, sedangkan jumlah penduduknya terlalu sedikit untuk dapat
mengusir musuh selama-lamanya. Karena itu, memang sudah pada tempatnya jika
mereka merasa sangat bersyukur oleh imigrasi dari Indonesia-Selatan ke sana
sebab para imigran itu dalam sedikit waktu saja dididik bergaul niscaya akan
jadi satulah dengan mereka.
Sebagai bangsa satu keturunan, Filipina
dengan Indonesia Selatan tentulah tidak akan berselisih rupa, muka, hidung,
percakapan, kesukaan dan kemauannya bekerja, juga mempunyai perhubungan bahasa
yang tak dapat disangka.[1]
Imigrasi dari Indonesia-Selatan
sekali-kali bukanlah akan berarti "penjajahan" atas bangsa Filipina,
baik dalam hal ekonomi, kebudayaan, politik atau apa pun juga. Sebaliknya,
imigrasi itu berarti menguatkan bangsa itu.
Hanya saja imigrasi tentu tidak akan
diizinkan oleh imperialisme Belanda. Pergaulan antara bangsa Indonesia-Selatan
yang berabad-abad lamanya dijajah dan diabui matanya dengan bangsa
Indonesia-Utara yang mempunyai lebih banyak kemerdekaan dalam perekonomian
politik dan kebudayaan, bukankah sebentar saja akan membukakan mata mereka dan
membangunkan semangat revolusioner? Meskipun bangsa Filipina — berhubung dengan
pertimbangan ekonominya (tingkat penghidupan yang lebih tinggi) — menentang
imigrasi kaum buruh dari Benua Timur tetapi mereka setuju dengan imigrasi dari
Indonesia-Selatan biarpun besar jumlahnya. Bangsa Filipina sangat sulit
memungkiri riwayatnya sendiri sebab mereka pun adalah bangsa Indonesia-Selatan;
Jawa, Sumatera, Semenanjung dan lain-lain juga pindah ke sana.
Kejadian ini bagi kita sekarang dan
seterusnya sangat penting karena hal itu adalah salah satu sendi persatuan dan
kerja pertama di masa yang akan datang. Selain itu, tidak kecil pula artinya
politik Filipina yang bekerja bersama dengan kita. Kebanyakan pemimpin politik
yang besar pengaruhnya pernah berkata kepada kita bahwa mereka sangat
menanti-nantikan "All Indonesian Conference" yang pertama.
Tetapi sayang kita sekarang tidak sempat. Sesungguhnya inilah waktu yang baik
untuk meletakkan batu pertama di atas gunung "Persatuan seluruh bangsa
Indonesia".
Marilah kita mulai, dari menit ini, dengan
sungguh-sungguh dan gembira bekerja untuk menjadikan sebagai tujuan kita yang
penghabisan: pendirian "Federasi Republik Indonesia" (FRI) di dalam
arti yang sebenarnya adalah persatuan dari 100,000,000 manusia yang tertindas
dan mendiami pusat strategi dan perhubungan seluruh Benua Asia dan samuderanya.
Selain itu, ia berarti telah memusatkan semua hasil bumi negeri-negeri panas;
dan bersamaan dengan itu, pembangunan kebudayaan baru, yakni kebangunan satu
bangsa dan kekuasaan baru di Timur. Oleh karena itu, ia akan menjadi pokok
semangat baru yang tak tertahan-tahan bagi bangsa Asia yang jumlahnya lebih
dari 1,000,000,000 dan haus akan kemerdekaan; dan ia berarti pula kerugian yang
tak dapat diperbaiki oleh penjajahan putih.
Bangsa Indonesia-Selatan yang menghendaki
kemerdekaan pasti mengerti benar tugas dan akibat dari perbuatan serta
kemenangannya. Mulai sekarang ia harus menumbuhkan semangat juang terhadap
imperialisme Barat, baik dalam politik perdagangan ataupun militer. Jangan
sekali-kali kita mundur atau meninggalkan perjalanan yang dicita-citakan.
Singsingkanlah lengan baju dengan segera
buat menghidupkan serta menyatukan semua kekuatan nasional; seterusnya,
ciptakan satu pertalian dengan bangsa Indonesia yang lain, yang anti-imperialis
Barat atau Timur. Akan tetapi, jangan
kita menggantungkan diri semata-mata kepada pertolongan luar negeri. Hendaknya
kita berkeyakinan kepada kekuatan sendiri dari awal sampai akhir.
Sebelum bangsa Spanyol datang di Filipina,
bahasa Melayu menjadi bahasa politik yang resmi di seluruh Filipina, menjadi
lingua franca antar pulau yang berjumlah tak kurang dari dua ribu buah. Akan
tetapi, politik devide et impera bangsa Spanyol membunuh bahasa itu. Selain
itu, karena "Utusan Tuhan" itu mengembangkan segenap dialek yang ada
di tiap-tiap pulau-pulau dan daerah di Filipina, dan mereka juga menghapuskan
bahasa Melayu, maka lenyaplah bahasa politik yang resmi tadi. Setelah bahasa
pergaulan itu mati maka lambat laun mati pula rasa persatuan di antara penduduk
sehingga akhirnya Spanyol dapat mengadu domba mereka. Itulah sebabnya maka
hingga kini sangat susah untuk membangun persatuan nasional.
No comments:
Post a Comment