BAB II
F I L S A F A T
Apabila kita menonton satu pertandingan
sepakbola, maka lebih dahulu sekali kita mesti pisahkan si pemain, mana yang
masuk klub ini, mana pula yang masuk kumpulan itu. Kalau tidak begitu
bingunglah kita. Kita tak bisa tahu siapa yang kalah, siapa yang menang. Mana
yang baik permainannya, mana yang tidak.
Begitulah kalau kita masuki pustaka
filsafat yang mempunyai ratusan, ya, ribuan buku itu. Kita lebih dahulu mesti
pisahkan arah-pikiran para ahli filsafat. Kalau tidak, niscaya bingunglah kita,
tak bisa memisahkan siapa yang benar, siapa yang salah. Seperti para pemain
sepak bola tadi kacau balau di mata kita, tak tahu apa maksudnya masing-masing,
begitulah di mata kita para ahli filsafat berkata semau-maunya saja, kalau tak
ada pangkal tak ada ujung.
Tetapi memakai Engels buat penunjuk jalan,
bisalah kita terhindar dari kekacauan dan membuang-buang waktu. Engels,
sekarang terkenal sebagai co-creator, sama membangun, dengan Marx, sebetulnya
dalam filsafat banyak sekali meninggalkan pusaka. Karl Marx terkenal sebagai
bapak Dialektis Materialisme dan Surplus Value, yakni Nilai-Ber-Lebih, nilai
yang diterbitkan oleh buruh, tetapi dimiliki oleh kapitalis. Engels, pendiam,
pembelakang, selalu berdiri di belakang kawannya Marx, tetapi setia dan jujur,
meneruskan mengarang "Das Kapital", yang belum habis ditinggalkan
Marx, karena ia meninggal. Engels sendiri menulis beberapa buku berhubung
dengan filsafat "Anti Duhring" dan "Ludwig Feurbach"
sejarah dan ekonomi.
Sebagai co-creator Engels melanjutkan dan
mendalamkan paham Dialektis Materialisme dan komunisme, dengan bahasa yang
terang, populer, jitu dan merdu. Engels memisahkan para ahli filsafat dari
jaman Yunani sampai pada masa hidupnya Marx-Engels dalam dua barisan. Pada satu
barisan terdapat kaum Idealis yang bertentangan dengan barisan kedua, kaum
materialis. Kaum Idealis "umumnya" memihak pada kaum yang berpunya
dan berkuasa, sedangkan kaum materialis berpihak pada proletar dan kaum
tertindas. Kadang-kadang perlawanan tinggal tersembunyi tetapi kadang-kadang
terbuka terus-terang, cocok dengan riwayatnya perjuangan proletar dan kapitalis
dalam politik. Kadang-kadang idealis di luarnya itu, materialis di dalamnya,
sarinya; Spinoza, kadang-kadang materialis di luarnya, tetapi di dalamnya
idealis.
Menurut pemisahan yang diadakan oleh
Engels, maka pada barisan idealis, kita dapati penganjur terkemuka sekali
seperti Plato, Hume, Berkeley yang berpuncak pada Hegel. Pada barisan
materialis, kita dapati Heraklit, Demokrit dan Epikur, di masa Yunani, Diderot,
Lamartine di masa revolusi Perancis yang berpuncak pada Marx-Engels. Di
antaranya itu didapati banyak ahli filsafat campur aduk scientists, setengah
idealis setengah materialis.
Biasanya musuh proletar, menerjemahkan dan
menyamarkan "materialisme" itu sebagai ilmu yang berdasar atas daya
upaya mencari kesenangan hidup tak terbatas; makan sampai muntah, minum sampai
mabuk, kawin dan cerai sesukanya saja. Sedangkan idealisme itu diterjemahkan
dan dijunjung tinggi sebagai satu ilmu berdasarkan kesucian yang paling tinggi,
lebih memperhatikan berpikir dari pada makan, dan kebudayaan yang sampai
menjaduhi kaum ibu seperti seorang santri, resi. Dalam keadaan yang benar,
dalam kehidupan mereka, kita tidak sekali dua kali berjumpa, dengan seorang
yang memangku paham idealis berlaku sebaliknya dari persangkaan itu, sedangkan
dalam kalangan materialis banyak kita dapati orang hidup dengan segala
sederhana dan seperti suami dan bapak yang setia.
Idealis dan materialis yang dijadikan
Engels sebagai ukuran buat memisahkan para ahli filsafat dalam dua barisan,
semata-mata berdasarkan atas sikap yang diambil si pemikir, ahli filsafat dalam
persoalan yang sudah kita tuliskan lebih dahulu, yakni mana yang pertama,
primus, mana yang kedua. Benda atau fikiran, matter atau idea. Yang mengatakan
pikiran lebih dahulu, itulah pengikut idealisme, itulah yang idealis. Yang
mengikut materialisme, itulah yang materialis. Hidup segala sederhana, atau mau
segala lebih dengan tiada memperdulikan kesehatan diri sendiri, dan kebaikan
buat masyarakat itu bergantung kepada watak masyarakat, dan didikan
masing-masing orang.
Dengan memakai pemisahan yang diadakan
oleh Engels, filsafat menjadi persoalan yang mudah bagi kita. Dengan mengambil
satu contoh, satu model saja, kita bisa ketahui seluk beluknya perkara yang
bersamaan dan bersangkutan. Dengan David Hume sebagai ahli filsafat idealis,
kita bisa gambarkan semua ahli filsafat idealis dari Plato sampai Hegel. "If
I go into myself", "kalau saya masuki diri saya sendiri", kata
Hume, maka saya jumpai "bundles of conceptions", bergulung-gulung
pengertian, bermacam-macam gambaran dari pada benda.
Kalau Hume hendak mengetahui apakah benda
yang bernama buah jeruk itu umpamanya, maka yang ia insyafi cuma rasanya yang
manis itu, kulitnya yang licin itu, beratnya yang 1/2 atau ¼ kilo itu, warnanya
yang hijau atau kuning itu, bunyinya yang nyaring atau lembek itu. Bunyi itu
ada di telinga, dalam badan Hume, bukan pada jeruk, beratnya di tangan Hume,
bukan pada jeruk, rupanya pada mata, rasanya di lidah atau di ujung jari Hume.
Semuanya bunyi, rupa dan rasa itu dengan perantaraan saraf, nerve, berjalan ke
pusat ke centre, ke otak.
Otak mencatat bunyi, rupa dan rasa tadi
menjadi pengertian, conception, seperti pengertian merdu, kuning, berat, lezat
dan licin. Semua pengertian ini " dalam" saya, kata Hume, bukan di
luar saya. Jeruk itu sebagai benda, tak ada bagi saya. Yang ada Cuma
"ide", pikiran, pengertian, tentang benda itu dalam otak saya. Otak
saya penuh dengan pengertian "bundles of conceptions" kata Hume.
Jeruk sebagai benda, lembu sebagai benda, tak ada buat saya. Yang ada cuma ide,
pikiran, pengertian, gambaran dari jeruk, lembu, bumi, bintang dan engkau.
"Engkau" kata Hume, cuma "ide" buat saya.
Tetapi Engkau buat Hume adalah saya buat
tuan Smith umpamanya, dan saya buat Hume, adalah engkau buat Smith. Jadi engkau
cuma ide, cuma gambaran buat Hume itu mestinya juga gambaran buat Smith. Hume
yang dipandang dari pihak Smith ialah engkau mestinya satu gambaran, satu ide
saja. Tak ada Hume itu buat Smith sebagai orang, sebagai ahli filsafat. Yang
ada cuma gambaran dalam otak Smith.
Dengan begitu Hume yang membatalkan benda
dan mengaku ide saja, membatalkan adanya dirinya sendiri, mengakui bahwa
sebetulnya dia sendiri tak ada. Beginilah akibatnya yang konsekwen dari
Idealisme, dengan membatalkan adanya benda, ia membatalkan dirinya sendiri.
Demikianlah David Hume dengan memisahkan
ide dari benda, abstraction dan menganggap ide yang pertama, dalam menentang
benda sebagai dasar yang pertama, tewas dalam tentangannya membatalkan adanya
diri sendiri. Dengan begitu ia sebetulnya membatalkan filsafat idealisme itu. Sesudah
Hume, boleh dibilang filsafat idealisme sudah mati. Tetapi barang yang mati itu
acapkali menjelma hidup kembali dengan memakai bentuk baru, seperti Pharao Rah
dan Ptah tadi, sekarangpun masih ada bentuknya.
Emmanuel Kant ahli filsafat Jerman kesohor
itu, mengangkat naik kembali bendera Hume, tetapi tidak dengan konsekwensi
Hume. Kant tidak berjalan terus jujur seperti Hume, tetapi maju mundur. Seperti
kata Lenin, filsafat Kant tidak boleh dipakai buat berkelahi, bukan filsafat
berkelahi. Menurut Kant, kita bisa ketahui dengan pancaindera kita sesuatu
benda, tetapi "Ding an Sich" benda sendirinya, kita tidak bisa
ketahui. "Kalau sudah kita ketahui sesuatu barang dengan pancaindera apa
juga lagi yang mesti kita ketahui tentang barang itu“ begitulah kaum materialis
bertanya. Buat kaum materialis hal itu sudah cukup. Tetapi buat Kant itu belum
cukup. Ia tak sepenuhnya memihak pada Hume dan bilang terus terang, bahwa benda
itu buat dia tak ada, yang ada cuma gambaran dalam otaknya. Tetapi ia cari
rumput buat sembunyi dengan memakai "Ding an Sich" benda itu sendiri.
Jawab Engles dalam hal ini, pendek dan jitu.
Kata Engels: dari hari ke sehari "Ding an Sich" itu, sudah menjadi
"Ding an Furuns". Benda yang sendirinya itu tidak diketahui, dari
sehari ke sehari sudah menjadi "benda kita". Keterangan Engels
tentang "Ding Fur Uns" itu dulu banyak saya cari tapi tak berjumpa.
Tetapi menurut pikiran saya, jawab Engels yang pendek ini mesti diterjemahkan
sebagai berikut:
"Air" umpamanya, yang dahulu
kala dianggap oleh nenek moyang kita seperti suatu barang yang ajaib, sekarang
kita sudah ketahui "zat asalnya", ialah Hydrogen dan oxygen. Sudah
diketahui, menurut undang mana dia berpadu, ialah menurut Undang Dalton. Apa
rasanya air itu kalau diraba atau diminum. Berapa beratnya 1 L. Apa gunanya
buat kita, buat tumbuhan dan hewan. Bagaimana sifatnya, dsb. Apa juga lagi yang
mesti di "Ding an Sich"kan tentang air, nenek moyang kita cuma
mengetahui 4 zat saja di alam ini ialah :tanah, air, api, udara.
Sekarang sudah diketahui 92 zat asli,
elementen. Yang diketahui sudah boleh kita periksa dengan pancaindera kita,
dengan perkakas yang kita bikin, seperti microoskop, telescoop dan teropong,
perkakas yang bisa membesarkan kuman, beratus ribu kali dan mendekatkan bintang
beratus ribu kali. Perkakas yang dari tahun ke tahun, dari abad ke abad, bisa
ditambah kepastiannya dan kejituannya. Semua zat yang kita ketahui itu boleh
kita pada satu sama lainnya, kita buat makanan dan kesehatan kita, kita pakai
kodratnya buat kehidupan dan kesenangan kita. Kaum penakluk memakai buat
menerpedo dan membom. Yang belum kita ketahui, sedang kita cari dengan giat dan
dengan lebih besar pengharapan mendapatkannya karena teori, cara berpikir dan
perkakas kita makin banyak, makin baik.
Dimana lagi "Ding an Sich" itu
tempatnya, pada zaman, di mana alam yang dahulu kala, dianggap gaib itu,
sebagian besar sudah diketahui dan dikontrole, dikemudikan dipakai menjadi
"Sing fur Uns", yakni benda kita, seperti kata Engels tadi. Idealis
yang lebih licin, karena ia memakai Dialektika dan Logika dengan cara dan
bahasa yang tiada ada bandingnya selama ini, ialah Hegel. Lama Marx, walaupun
ia sudah Marxis, sesudah meninggalkan gurunya, Hegel, dilekati Hegelisme.
Dengan dua sayap thesis di kanan, anti thesis di kiri dan badan synthesis di tengah, Hegel terbang makin lama makin tinggi sampai silau mata si pemandang.
Buat Hegel "absolute Idee" ialah, yang membikin benda "Realitat". "Die absolute Idee macht die Gesichte" absolute idee yang membikin sejarah, histori, dan membayang pada filsafat. Bukan filsafat yang membikin sejarah, katanya, melainkan Absolute Idee "deren nachdrucklichen Ausdruck, die Philosophie ist" yang tergambar nyata pada filsafat. Jadi menurut Hegel, sejarah ialah sejarah dunia dan masyarakat dibikin Absolute Idee, dan hal ini tergambar pada filsafat.
Pada lain tempat Hegel mengatakan, bahwa
Negara dan Saat ialah "verwieklichung" penjelmaan, absolute idee itu.
Absolute Idee itu sama dengan Metaphysik, Idee sendirinya, idee yang tak
dibikin, yang tunggal tak jatuh pada undang sebab dan akibat, hidup dan mati,
tak melahirkan atau dilahirkan, tak takluk pada tempo dan tempat, melainkan
tunggal, terkuasa dan sempurna. Absolute Idee itu tergambar jitu dan pasti pada
filsafat. Absolute Idee akhirnya sama dengan metaphysik, yakni gaib di luar
Ilmu Alam, rohani, Ammon kata Egypte purbakala, Dewa Rah.
Rohani inilah yang dicari oleh mystikus,
murid tarekat Hindu, kalau ia memandang puncak hidungnya saja, menyebut omm,
omm, omm, lepas dari semua yang lahir, pikiran pada perempuan, pada badannya
sendiri, lepas dari makanan, ya, lepas dari suaranya sendiri, omm, omm, omm
tadi. Kalau beruntung seperti Gautama Budha, maka leburlah Rohani, Jiwanya
dengan Rohani yang mengisi Alam ini.
Feurbach, materialis besar, yang dianggap
jembatan antara Hegel dan Marx, mula-mula memakai Dialektika juga. Buah
pikirannya ketika itu banyak memberi alat pelajaran pada Marx dan Engles.
Tetapi setelah Feurbach melemparkan Dialektika sebagian besar disebabkan hidup
terpencil, seolah-olah terbuang dari pergaulan, maka hasil pemeriksaannya jauh
terbelakang dari Hegel. Hegel dianggap oleh kaum materialis sebagai ujung
filsafat yang negatif, yakni ujung yang membatalkan, ujung yang buntu. Feurbach
dianggap sebagai ujung yang positif, yakni pembuka jalan yang baru ke jalan
Dialektis Materialistis. Kaum Marxis sepenuh-penuhnya mengakui kemanjuran
senjata Dialektika, tetapi membuang Idealisme Hegel.
Marx, sesudah beberapa lama dikagumi dan
dipengaruhi Hegel, (sebagai pelajar ia bisa hapalkan pasal-pasal yang penting
dari Hegelisme), akhirnya memasang Hegelisme di atas kakinya. Hegelisme yang selama
ini dianggap berkepala di kaki dan berkaki di kepala, dibalikkan sebagai mana
mestinya. Bukan pikiran yang menentukan pergaulan, melainkan pergaulan yang
menentukan pikiran.
"Negara kata", kata Marx
"ialah satu akuan dan hasil dari perjuangan klas". Perjuangan klaslah
yang menjadi "Motive-Force", kodrat pergerakan sejarah masyarakat,
kodrat mengubah bentuk Negara, jadi bukanlah "Absolute Idee", seperti
kata Hegel. Zaman berbudak bertukar menjadi Zaman Feodal, Zaman Ningrat. Zaman
Feodal itu sesudah Revolusi Perancis pada tahun 1789 bertukar menjadi
Zaman-Kuno dalam pandangan sekarang. Dialektika, yakni pertentangan yang
berlaku pada zaman Berbudak, ialah pertentangan budak dan tuan. Pada zaman
feodal, pertentangan Ningrat dan Tani, pertentangan pemimpin gilde dengan
anggota gilde. Pada zaman Kapitalisme sekarang pertentangan buruh dan kaum
modal. Pertentangan klas yang berdasar atas pertentangan ekonomi itulah yang
menjadi kodrat buat menumpu masyarakat pada satu bentuk ke bentuk yang lain,
dari satu tingkat ke tingkat yang lain. Dari masyarakat berdasarkan perbudakan
ke masyarakat berdasar keningratan, ke masyarakat berdasar kemodalan. Jadi
pertentangan itu bukan pertentangan ide saja, seperti menurut paham Hegel –
nanti akan diteruskan – tetapi pertentangan barang yang nyata, pertentangan
antara dua klas besar yang berjuang, yang sekarang terus berjuang.
Pertentangan klas, ialah klas manusia,
ialah barang yang nyata itu, berdasar atas pertentangan ekonomi yang dipertajam
oleh kemajuan tehnik. Tehnik yakni perkakas yang dipakai dalam pergaulan,
perkakas yang pada zaman ini dimiliki oleh kaum berkuasa dan kaum berpunya,
menjadi alat adanya perjuangan klas itu. Semua perkakas dan klas manusia, yang
menjalankan peranan dalam sejarah kita manusia ini adalah barang yang nyata
semuanya. Peranan sejarah itu, tiadalah dibikin dan dikemudikan oleh Absolute
Idee itu, sebagaimana juga sejarah tumbuhan-hewan-manusia, bumi dan binatang
tidak dikemudikan oleh Dewa Rah, Rohani, Ahimsa dsb.
Sebagaimana bumi dan bintang berjalan,
bersejarah, menurut undang tarik menarik yang didapat oleh Newton, sebagaimana
tumbuhan-hewan dan manusia bersejarah menurut undang-evolusinya Darwin,
beginilah sejarahnya masyarakat manusia bersejarah menurut undangnya
Historisch-Materialisme (Sejarah Materialisme), yang juga dinamai Dialektika
Materialisme.
Dengan lahirnya Marxisme, maka Hegelisme
berbelah dua: Dialektika Idealistis dan Dialektika Materialistis. Yang pertama
dipegang oleh kaum yang bermodal dan berkuasa dengan pengikutnya, yang kedua,
oleh kaum proletar yang revolusioner. Di antara dua filsafat bertentangan tadi,
sudah tentu ada bermacam-macam filsafat bukan buat bertarung. Hegelisme yang
memang revolusioner terhadap kaum Ningrat Jerman, tetapi kontra revolusioner
terhadap kaum Proletar, sudah tentu baik buat tempat berlindungnya kaum
reaksioner seperti kata Marx: "Dalam bentuknya yang reaksioner, Hegelisme
menjadi adat, sebab bentuk ini menerjemahkan keadaan yang ada".
Idealisme tak akan mati selama masih ada
perjuangan klas ini, selama ada kaum yang menghisap dan menindas. Kaum hartawan
yang berkuasa pada satu pihak, mengemukakan ide, intelek, pikiran, terhadap
kaum terhisap dan tertindas, pada lain pihak ia memakai kemegahan, majiat
rohani buat meninabobokan kaum pekerja, supaya nanti mendapat nikmat, bidadari,
yang matanya seperti mata burung merpati dan kesenangan kekal akhirat.
Demikianlah sesuai dengan perjuangan
kelas, idealisme atau tak berdialektika, membentuk dirinya supaya cocok dengan
keadaan klas yang memegangnya. Dimana Kapitalisme masih muda, kokoh karena
sedang naik seperti Amerika, maka lahirlah idealisme berupa
"pragmatisme" yang dikemukakan oleh John Dewey. Filsafat pemikir dari
negara yang mempunyai "the biggest of all", semuanya paling jempol,
ini katanya berdasarkan "objective truth", hakekat yang obyektif,
yang tenang, tetapi kalau diperiksa lebih dalam, maka nyatalah bahwa
"objective truth", tadi bergantung pada paham, cita-cita dan perasaan
borjuasi Amerika "the country of the free", negara merdeka ialah buat
borjuasi amerika. John Dewey mengambil masyarkat borjuis dan paham borjuis
sebagai titik permulaan berpikir, ketika Amerika dalam kaya raya. Sekarang,
sampai sebelum perang ini kemakmuran Amerika, yang disangka akan tinggal kekal
tadi, sudah menyusuli kawannya di Eropa Barat. Krisis sudah bersimaharajalela
dan tetap.
Sekarang buat 11.000.000 buruh, jadi buat
kira-kira 33.000.000 buruh dengan anak bininya, "obyective truth"
tadi, tidaklah begitu "obyective", tidaklah begitu tenang. Semua
barang yang memberi ketenangan buat borjuis seperti harta benda, justisi,
polisi dan hak milik turun menurun, adalah benda yang mengacaukan paham,
perasaan dan penghidupan kaum proletar Amerika sekarang.
Dimana pergerakan buruh berpengaruh sekali
seperti di Jerman sebelum perang 1914-1918, maka dalam kalangan proletar
sendiri idealisme itu tiadalah berani keluar terang-terangan. Dalam kalangan
kaum proletar sendiri masuk bermacam-macam isme, yang diluarnya berupa
materialisme, tetapi pada dasarnya terdapat idealisme. Lenin dalam bukunya:
"Empiris-Critism" dengan terang dan jitu mengemukakan, pemisahan kaum
ahli filsafat atas dua partai, seperti pertama kali dikemukakan oleh Engels,
ialah partai ahli filsafat idealis dan partai materialis. Dengan sempurnanya
Lenin membuka kedok yang dipakai oleh Empiris-Critism, Machinisme Neo
Vitalisme, dll. Dan memperlihatkan idealisme yang sebetulnya jadi dasar
filsafat mereka.
Di Rusia usahanya Lenin dan Plechanoff,
(yang dalam kalangan Marxisten di Rusia sendiri sering saya dengar bahwa
Plechanoff lebih besar dalam ilmu filsafat dari pada Lenin), usahanya dua ahli
filsafat Materialis ini akhirnya menjatuhkan kekuasaan filsafat Idealisme di
Rusia dan memaksa dia bekerja diam-diam. Dialektis Materialisme ialah Ilmu
Pemandangan Dunia, “Weltanschauung" yang resmi, opisil di Sovyet Rusia.
Di sebelah Barat Eropa, idealisme masih
sangat berkuasa dan pada masa ini idealisme-lah yang resmi. Idealisme Barat
mendapat bentuk baru, dan pakaian baru, ialah anarchisme palsu, dari ahli
filsafat Bergson dan syndikalisme dari Serel. Anachisme Bergson bukanlah
anarchisme beraksi, seperti ilmu yang dipeluk oleh anarchis besar, ialah
Bakunin. Bergson, Spengler dan Nietsche (yang belakang ini ialah satu filosoof
krachtpatser, siapa kuat, siapa raja, Ubermensch) inilah yang dipeluk oleh
Adolf Hitler dan Nazi. Filsafat Fasisme dianjurkan oleh pemikir Geovani
Gentile.
"Facisme", kata pemikir ini
"bukanlah New System, tata filsafat yang baru, melainkan aksi-baru dan
paham-baru". "Manusia" katanya pada hakekatnya beragama. Manusia
dan Tuhan selalu dalam "ewige Bewegung der Selbstverwirklichung",
pergerakan kekal buat berpaduan. Sedikit kita selidiki, filsafat partai fasis,
yang sebetulnya pertama sekali menaikkan bendera reaksi di Eropa Barat, apabila
partai Bojuis liberal kacau, partai Sosialis maju-mundur dan partai Komunis
sebagian tak berpengalaman, tetapi terutama juga "sangsi" sebab
negara Italia, kalau dikomuniskan gampang dikepung dan dijauhkan oleh
Kapitalisme Eropa Barat dan Amerika.
Fasisme kata Geovani Gentile, bukan tata
filsafat baru memang tidak, kalau dipandang dari kaca-mata idealisme.
"aksi-baru dan paham-baru" katanya pula. Aksi kaum tengah dan paham
kaum tengah terhadap proletar dengan pertolongan kapitalis, memang baru dalam
perjuangan proletar – kapitalis model baru. Tetapi kalau kita baca Marx dalam
buku "18th Brumaire of Louise Bonaparte", tentang aksi dan paham
Louise Bonaparte di Perancis, maka aksi dan paham Facisme Italia tadi cuma
bentuk baru dari aksi dan paham tua. Mussolini, bapak fasisme juga amat
tertarik oleh Napoleon Besar "ommpya" dari Louse Bonaparte sampai ia
mentonilkan Napoleon, yang katanya orang Italia itu.
Bahwa manusia dalam batinnya beragama, ini
dibatalkan oleh beberapa penyelidikan yang tenang, yang membuktikan beberapa
bangsa di dunia tak mengetahui agama. Akhirnya kalau kita baca "pergerakan
kekal buat perpaduan manusia dan Tuhan" menurut filsafat fasis itu, kita
ditarik lagi ke negara Kapilawastu, ke kaki gunung Himalaya; mengagumkan
percobaan Gautama Budha, mempersatukan rohnya dengan roh Alam buat masuk ke
Nirwana. Cuma Gautama Budha tak seperti Mussolini memakai tongkat dan
"kastor-olie" buat mematahkan semangat dan paham musuhnya Mateotti,
pemimpin sosialis Italia, musuh besar Mussolini yang hilang lenyap selama-lamanya
buat melakukan "paduan dengan Tuhan itu" dengan lekas.
Perjuangan klas tertutup dan terbuka.
Inilah arti filsafat yang sebenarnya dari arti Dialektika yang sebetulnya. Ia
boleh melayang tinggi seperti Hegelis dan tinggal di tanah, di perut, seperti
dialektis materialisme (orang mesti makan dahulu sebelum berpikir, kata
Engels), tetapi filsafat itu adalah bayangan masyarakat yang bertentangan,
bukan bayangan Absolute Idee seperti kata Hegel.
Pada permulaan, filsafat itu timbul pokok,
yang jadi persoalan, ialah "semua ini". Ahli filsafat bertanya:
"semuanya ini, bumi, langit dan pikiran itu sendiri, apakah artinya?"
Lama-lama persoalan "semua ini" cerai-berai. Bumi dan langit sudah
jatuh menjadi ilmu Bintang, yang sesudah Galilei, Copernicus, Newton, Einsten
dll. Mendapat undang yang sementara boleh dikatakan sempurna.
Bumi kita ini jatuh kepada Ilmu Bumi,
Geography dan Ilmu Tanah, Geology, yang sendirinya mempunyai daerah dan
mempunyai undang pula. Perkara yang berhubungan dengan Zat dan Kodrat, jatuh
pada Ilmu Alam. Perkara yang berhubungan dengan berpaduan beberapa zat,
sehingga mendapatkan sifat baru, termasuk pada Ilmu Kimia. Ilmu Alam yang
mulanya memeluk Ilmu Kimia, sekarang menceraikan dirinya dari Ilmu Listrik,
yang sekarang karena besar daerahnya dan dalam artinya mesti dipelajari
sendirinya.
Pemeriksaan atas tumbuhan jatuh pada Ilmu
Tumbuhan, dan pemeriksaan atas hewan dan manusia jatuh pada Ilmu Hewan dan Ilmu
Manusia. Ilmu Hidupnya asal dan penjelmaannya Tumbuhan, Hewan dan Manusia, jatuh
pula pada Biology, satu Ilmu yang boleh dikatakan muda, dan banyak sekali
mengandung arti buat kita. Umpamanya perkara evolusi atau pertumbuhan otak dan
Pikiran dari otak binatang sampai ke otak manusia.
Sudahlah tentu satu Ilmu dengan yang lain,
ada seluk beluk dan perhubungannya, Ilmu Alam dan Ilmu Kimia, mesti diketahui
ahli yang mempelajari Ilmu Kedokteran. Begitu pula agriculture, Ilmu Pertanian
tak bisa berpisah dari Ilmu Alam dan Ilmu Kimia tadi. Demikianlah pula seorang
Insinyur, jatuh dan berdiri dengan Ilmu Alam dan Matematika.
Syahdan, maka masing-masing Ilmu di atas
tadi, disebabkan kemajuan pergaulan kita, kemajuan industri, perniagaan dan
pesawat terpaksa dipecah-pecah lagi, terpaksa di-"specialiceer" lagi,
terpaksa dipencilkan dan diistimewakan lagi. Dengan begitu perkara yang tiada
berkenaan bisa disingkirkan dan waktu itu boleh dipakai buat memeriksa dan
memperdalam perkara yang diistimewakan itu. Ilmu Kedokteran sudah pecah menjadi
kedokteran umum, perkara gigi, telinga, mata, kanak-kanak dsb. Adalah bahaya
buat Science, kalau pecah-pecahan itu (pada Ilmu yang sudah banyak itu) akan
pecah terus, dengan tidak lagi mengetahui perhubungan satu Ilmu dengan Ilmu
yang lain.
Bahaya itu kebetulan sudah diketahui dan
amat dipelajari muslihat buat menjauhkannya. Kalau saya tak salah, maka
perkataan filsafat sekarang diterjemahkan juga buat menggambarkan daya upaya
mempersatukan Ilmu bermacam-macam itu, jadi buat memeriksa seluk beluk dan
perhubungannya. Dengan begitu, maka si Scientist, si Ahli mungkin kehilangan
hutan, karena sangat memperhatikan pohon-pohon saja.
Lupa garis besar, karena senantiasa
memperhatikan garis yang kecil-kecil saja. Daya upaya semacam inilah sekarang
yang sering diartikan oleh perkataan filsafat. Bukan lagi sikap yang diambil
oleh ahli filsafat purbakala, yang dengan memangku tangan dan tafakur,
bertanyakan: "Apakah artinya Alam dan apakah artinya pikiran itu?"
Demikianlah kalau kita peramati kemajuan Ilmu Filsafat tadi, maka kita lihat
pada Zaman Tengah tahun 478-1492 si pencari Hakekat dilekati oleh Ketuhanan.
Kaum Scolastic, namanya di Eropa Barat tak bisa mencari hakekat itu, kalau
persoalan itu tiada digarami, dilimaui (dijeruki) dan dimasak dengan God dan
agama ialah agama Nasrani. Sesudah itu, pada zaman borjuis filsafat tadi sudah
susut pada persoalan "Jasmani dan Rohani", badan dan pikiran.
Sudah lama pula filsafat ini jatuh ke
tangan psychology, Ilmu jiwa, Ilmu yang memeriksa "the working of the
mind" kerjanya otak. Ilmu ini tidak lagi direnungkan oleh si pemikir di
atas kursi malas dalam otaknya saja, melainkan sudah dimasukkan ke
laboratorium. Disinilah otak binatang dan manusia dipisah, diperiksa,
diexperimentkan, diperalamkan. Disinilah instinct, yakni pikiran hewan,
perasaan, kemauan hewan dan kecakapan hewan dalam belajar, diperiksa,
diperalamkan, diuji dan dibandingkan dengan akal, perasaan dan kemauan manusia.
Experimentalis William James dan Thorndyke di Amerika, Pavlov di Rusia dan
experimentalis yang lain, banyak mengumpulkan pengalaman yang berharga dan masih
banyak persoalan yang mesti diperalamkan dan diuji oleh Ilmu yang muda tetapi
sangat menarik hati. "Ketahuilah dirimu sendiri “. Inilah sari persoalan
dari seorang ahli filsafat Yunani yang terkenal ialah Socrates.
Sekarang persoalan ini sudah menjelma
menjadi pemeriksaan atas "the working of the mind", kerjanya otak,
yang sudah dimasukkan ke laboratorium bersama dengan Ilmu lain-lain yang
berdasarkan experiment, pengalaman.
Filsafat bertukar, artinya bertukar
rupanya dan pecah belah menjadi beberapa ilmu yang berdasarkan experiment. Engels
sudah mendapat kesimpulan, bahwa sisanya filsafat ialah Dialektika dan Logika.
Semua cabangnya yang lain jatuh pada bermacam-macam Ilmu Alam dan sejarah,
ialah sejarah masyarakat Indonesia.
Marx memandang dari sudut pertarungan
klas, berkata dalam 11 thesis : Die Phylosophen haben die Welt nur verschienden
interpretiert. Es komt aber daraufan die Welt zu veraendern. Para ahli filsafat
sudah memberi bermacam-macam pemandangan tentang dunia itu. Yang perlu ialah menukar
(merubah) dunia itu!
No comments:
Post a Comment