BAB IV
KAPITALISME INDONESIA
Kapitalisme di Indonesia adalah cangkokan
dari Eropa yang dalam beberapa hal tak sama dengan kapitalisme yang tumbuh dan
dibesarkan dalam negerinya sendiri, yakni Eropa dan Amerika Utara.
1. Kapitalisme yang Masih Muda
Karena kapitalisme di Indonesia masih
muda, produksi dan pemusatannya belumlah mencapai tingkat yang semestinya.
Kira-kira seperempat abad belakangan baru dimulai industrialisasi di Indonesia. Baru
pada waktu itulah dipergunakan mesin yang modern dalam perusahaan-perusahaan
gula, karet, teh, minyak, arang dan timah.
Industri Indonesia, terutama industri
pertanian, masih tetap terbatas di Jawa dan di beberapa tempat di Sumatera.
Tanah yang luas, yang biasanya sangat subur dan mengandung barang-barang logam
yang tak ternilai harganya, seperti Sumatera, Borneo, Sulawesi
dan pulau-pulau yang lain masih menunggu-nunggu tangan manusia. Meskipun Pulau
Jawa dalam hal perkebunan dan alat-alat angkutan sudah mencapai tingkatan yang
tinggi, tetapi umumnya pulau luar Jawa, kecuali Sumatera, masih rimba raya.
Industri modern yang sebenarnya tidak akan
diadakan di Pulau Jawa. Ia akan tetap tinggal menjadi tempat industri
pertanian. Sebab logam-logam seperti besi, arang, minyak tanah, emas dan lainnya,
tidak atau hanya sedikit sekali didapat di sana. Sumateralah yang menjadi tempat
industri modern yang sebenarnya. Hal ini sekarang sebagian kecil telah
terbukti. Arang, minyak tanah, emas dan timah hasil Sumatera (kelak juga besi)
besar artinya, baik di kalangan nasional maupun internasional.
Inggris, negeri industri yang tertua di
dunia, pada pertengahan abad yang lalu mengadakan perubahan yang tepat dalam
perindustriannya. Negeri-negeri Eropa yang lain dan Amerika Utara mengikuti
pula berangsur-angsur. Teknik dan peraturan bekerja di sana sekarang telah
sampai pada tingkat yang setinggi-tingginya seperti yang belum pernah dikenal
oleh riwayat dunia. Tenaga produksi dan distribusi jauh melewati batas
keperluan nasional. Eropa dan Amerika Utara telah menjadi negeri kapitalis yang
matang.
Kapital memisahkan kota dengan desa. Kota
menghasilkan produksi industri dan produksi pertanian. Makin maju kapitalisme,
semakin banyak penduduk yang tadinya di desa-desa ditarik ke kota-kota.
Bukankah di kota sewaktu keadaan politik dan ekonomi baik, kita peroleh lebih
banyak pekerjaan, lebih banyak rumah-rumah pendidikan dan lebih banyak
kesenangan daripada di desa-desa? Pada tahun 1790 di kota-kota berdiam 3.4% dan
di desa-desa 96.6% penduduk dari seluruh penduduk, dan pada tahun 1920 menjadi
51 % dan 49%. Di tahun 1870 angka-angka itu jadi 21% dan 79% dan di tahun 1910
jadi 51 % dan 49%. Jadi, jumlah penduduk di desa-desa pada tahun 1920 lebih
kecil dari penduduk kota. Angka-angka ini membuktikan secara nyata pada kita
perihal kemajuan kota-kota Amerika, sebagai akibat dari kemajuan
industrialisasi. Di negeri Inggris proses pembagian itu (perihal kota dan desa)
sama teratur dan sama cukupnya. Pada tahun 1850 di kota-kota berdiam 49%
penduduk dari seluruh penduduk. Pada tahun 1900 perbandingan ini menjadi 77%
dan 23%, (The relation Governement to industry, M.L. Regua).
Menurut foods No. 73 tahun ini,
jumlah penduduk dan kota-kota yang mempunyai lebih 10,000 jiwa di Jawa dan
Madura baru 60% dari seluruh penduduk. Jika
kita pakai perbandingan antara penduduk kota dan desa sebagai ukuran kemajuan
industri satu-satu negeri, niscaya industri Indonesia masih di dalam keadaan
bayi.
Jika kita ambil pula jumlah panjangnya
jalan kereta api untuk menggambarkan kemajuan industri selaku penjelasan uraian
kita yang di atas, nyatalah kepada kita bahwa negeri Jerman, dengan 177,000 mil
persegi luasnya dan penduduknya yang lebih sedikit dari Indonesia, pada tahun
1913 mempunyai 38,809 mil jalan kereta api, sedang Indonesia yang luasnya
735,000 mil persegi, pada tahun 1919 hanya ada mempunyai 3,914 mil.
Perihal jumlah perdagangan (impor-ekspor)
di Indonesia 1924 (sesudah perang dunia) ada f 2,208,800 (menurut International
Ocean, no. 526, Negeri Jerman pada tahun 1913 [sebelum perang] ada f
13,375,000.000). Angka-angka ini menunjukkan kemunduran kita. Tetapi jika
dibandingkan dengan negeri seperti Inggris, India, dan Filipina, kelihatannya
Indonesia belum berapa mundur. Dan bila dibandingkan dengan Turki, Siam, dan
Tiongkok, Indonesia jauh lebih baik. Dengan membuat perbandingan itu
sebagaimana yang sudah kita lakukan, sebetulnya ini telah melebihi dari
kemestian. Maksud kita tak lain ialah untuk menerangkan betapa mudanya
kapitalisme di Indonesia.
2. Tumbuh Tidak dengan Semestinya
Kapitalisme di Indonesia tidak dilahirkan
oleh cara-cara produksi bumiputra yang menurut kemauan alam. Ia adalah perkakas
asing yang dipergunakan untuk kepentingan asing yang dengan kekerasan mendesak
sistem produksi bumiputra.
Bila kita perhatikan perkembangan
kapitalisme di Eropa dan Amerika, nyatalah pada kita bahwa cara produksi yang
tua berturut-turut digantikan oleh yang muda. Biasanya kejadian itu tidak
tampak jelas, tetapi adakalanya cepat sehingga cukup jelas. Kejadian yang
belakangan ini ialah oleh adanya pendapatan-pendapatan baru. Biar bagaimanapun
keadaan saat itu, ia adalah kemajuan menurut alam, sebab tenaga yang
mendorongkan pada kemajuan itu ada di dalam genggaman masyarakat di Eropa dan
Amerika sendiri.
Sebagaimana yang telah kita tunjukkan,
kemajuan industri di setiap negeri sejajar dengan timbulnya kota-kota yang
mengeluarkan terutama barang-barang industri seperti barang-barang besi,
perkakas pertanian, obat-obatan dan lain-lain. Desa-desa mengeluarkan beras,
sayur-mayur, binatang ternak, susu dan lain-lain. Barang-barang kota yang
berlebih — yakni barang itu dipandang penduduk kota sebagai keperluan hidupnya
ditukarkan dengan barang-barang desa yang berlebih itu.
Di Amerika pada waktu yang biasa seperti
pada tahun 1913, selagi negeri ini terpencil dan kurang imperialistis, seperti
sekarang ini, boleh dikatakan sama besarnya perbandingan antara barang-barang
industri dengan pertanian (harga pasar antara kedua barang itu hampir sama).
Jadi dalam pemandangan ekonomi kota memenuhi keperluan desa, desa memenuhi
keperluan kota.
Di Indonesia sebagai akibat kemajuan
ekonomi yang tidak teratur sebagaimana mestinya, tidak seperti di atas
keadaannya. Kota-kota kita tak dapat dianggap sebagai konsentrasi dari teknik,
industri, dan penduduk. Ia tak menghasilkan barang-barang baik untuk desa
maupun untuk perdagangan luar negeri, dari kapitalis-kapitalis bumiputra.
Mesin-mesin pertanian, keperluan rumah tangga, bahan-bahan untuk pakaian dan
lain-lain tidak dibuat di Indonesia, tetapi didatangkan dari luar negeri oleh
badan-badan perdagangan imperialistis.
Desa-desa kita tak menghasilkan barang
kebutuhan untuk kota-kota, karena untuk mereka sendiri pun tak mencukupi. Beras
misalnya, makanan rakyat yang terutama mesti didatangkan dari luar, di tahun
1921 seharga f 114,160,000, meskipun bangsa kita umumnya sangat pandai
mengerjakan tanahnya dan semua syarat untuk menghasilkan beras bagi keperluan
sendiri bahkan dapat pula mengeluarkan berasnya yang berlebih. Desa-desa kita
mengeluarkan gula, karet, teh, dan lain-lain barang perdagangan yang mengayakan
saudagar asing, tetapi memiskinkan dan memelaratkan kaum tarsi; kota-kota kita
bukanlah menjadi pusat ekonomi bangsa Indonesia, tetapi terus-terusan menjadi
sumber ekonomi yang mengalirkan keuntungan untuk setan-setan uang luar negeri.
Bahan yang menyebabkan kapitalisme
bukanlah Indonesia — mengingat riwayat negeri kita yang tersebut di atas —
teranglah bagi kita.
Sudah kita lihat bahwa politik perampok
bangsa Belanda, memusnahkan sekalian benih-benih industri bumiputra yang
modern. Hongi-hongi cultuur stelsel, monopoli stelsel dan gencetan pajak yang
tak ada ampunnya. Dan pemasukan saudagar-saudagar Tionghoa yang teratur di
zaman Kompeni Timur Jauh (VOC) menghancurluluhkan sekalian alat-alat sosial
ekonomi dan teknik nasional yang kuat.
Jika sekiranya bangsa Indonesia tidak
dirampok, dan mempunyai kepandaian teknik, serta dipengaruhi oleh orang asing,
tentulah orang Indonesia ada kesempatan untuk memenuhi kemauan alam.
Boleh jadi dengan secara damai (seperti di
Jepang) atau dengan perantara pemboikotan nasional (seperti di India) kaum
menengah Indonesia atau Indo dengan jalan mengumpulkan kapital nasional
mendirikan industri untuk memenuhi kebutuhan nasional seperti tenun besi.
Demikianlah, kapital Indonesia timbul
dengan teratur pula antara lapisan-lapisan sosial Indonesia dan mempunyai
perhubungan yang teratur. Saudagar Indonesia yang dulu kecil sekarang sudah
menjadi bankir atau mengepalai perusahaan yang besar-besar. Penempa besi,
tukang tukang gula, saudagar batik yang dulu kecil menjadi pemimpin industri
logam, gula atau tenun. Tetapi imperialisme Belanda dalam 300 tahun tak
meningkatkan apa pun untuk bangsa Indonesia, semua habis diangkut ke negerinya.
Ia memuntahkan kapitalisme kolonial Belanda yang tidak ada duanya di dunia.
Maju ke dalam perjuangaan ekonomi melawan
raksasa asing, dengan maksud meningkatkan industri nasional sama dengan
"menjaring angin".
3. Kapital Indonesia Itu
Internasional
Imperialisme Inggris dengan industri
nasionalnya yang nomor wahid dan armada yang luar biasa, semenjak semula merasa
perlu mengadakan kompromi dengan raja-raja, dan tuan-tuan tanah bangsa India,
untuk mempertahankan diri terhadap borjuasi bumiputra yang baru timbul. Tetapi
tatkala yang tersebut belakangan ini keluar dari medan perjuangan dengan
kemenangan (di tahun 1900-1905 dan 1919-1922), Inggris mengulurkan tangannya.
Bersama dengan raja-raja, tuan-tuan tanah
dan borjuasi India yang baru itu, dia pergi memperkuda punggung rakyat yang
menggerutu itu. Bagaimanapun sulitnya imperialisme Inggris, ia masih mempunyai
tujuan di dalam kerajaan sendiri.
Imperialisme Belanda memukul dan menendang
"kerbau" yang sabar itu, sekian lamanya, hingga sekarang kerbau itu
mempergunakan tanduknya. Belanda
kecil yang di waktu dulu menelan segalanya untuk dirinya sendiri, sekarang
terpaksa membagi-bagikan itu dengan negeri-negeri yang lebih kuat.
Adapun kekurangan kapital dan industri,
adalah sebab yang terpenting dari tindakan Belanda itu, maka semenjak beberapa
tahun, kapital Inggris memegang peranan besar di Indonesia. Raffles yang
bijaksana itu sudah lama melihat hal ini dan tidak puas sebelum ia dapat
mengelabui mata Belanda-tani itu. Setelah perang dengan Napoleon berhenti,
Inggris mengembalikan sekalian koloni Belanda. Perbuatan ini seakan-akan sangat
bertentangan dengan politik yang waktu itu dipakai Inggris, tetapi setelah
dicermati perbuatan itu adalah politik Inggris yang selicin-licinnya dan
semurah-murahnya dalam memakai Belanda sebagai opas untuk kapital yang
ditanamnya di Indonesia. Apakah pengambilalihan seluruh administrasi yang ada
di Indonesia memberi tanggung jawab dan kesusahan kepada Inggris? Kapital
Inggris yang beberapa tahun belakangan ini makin hari makin besar, bagi Belanda
— kecil sangat mengkhawatirkan, dan bangsa Indonesia sekarang tak sabar lagi,
hingga Belanda sekarang berniat memakai "politik pintu terbuka".
Istilah yang sebenarnya diambil dari kamus Amerika ini sungguh cocok dengan
politik Belanda di Timur. Dalam kata-kata biasa, ia berbunyi: "Dan terhadap
kapital Inggris serta bangsa Indonesia yang telah terjaga dari tidurnya,
semestinya Belanda lebih kuat bila mempunyai Amerika yang demokratis. Tetapi
negeri ini mesti ditarik ke Indonesia. Kapitalnya ditanam di Indonesia dengan
segala daya upaya dan, jika perlu, diberikan hak-hak yang luar biasa. Jika tiba
masanya, kelak Amerika bergandeng tangan dengan Belanda".
Uang dan susah payah tak diperhitungkan
demi kapital Amerika. Seorang menteri pernah berkata terus terang di dalam kamer,
bahwa: Kedatangan kapital Amerika sangat mudah karena undang-undang di
Indonesia sekarang. Kunjungan Fock ke Manila pada tahun 1923, dan kedatangan
beberapa kapal perang ke Filipina, mendudukkan seorang konsul jendral di New
York yang kerjanya selain hilir mudik dengan perundingan dan perjanjian juga
menghambur-hamburkan uang buat reklame, pamflet dan majalah yang selama
bertahun-tahun memuat perihal Jawa sang negeri ajaib (Java the Wonderland).
Semuanya itu adalah untuk memikat pelancong-pelancong dan kapitalis Amerika supaya
datang berduyun-duyun ke Indonesia.
Berapa besar kapital Belanda itu dapat
kita lihat pada angka-angka di bawah ini. Dalam
buku Handbook voor cultuur en handsondernemingen in Ned. India ditulis
oleh Agulvant, kapital yang ditanam di Indonesia ditaksir sejumlah f
3.270.000.000. Di antaranya f 1.27,000,000 di dalam kebun-kebun, minyak f
900,000,000. Dalam bank dan perdagangan f 750,000,000. Perusahaan kapal, kereta api dan tram masing-masingnya f
250.000.000, f 220.000.000 dan f 200,000,000. Tambang-tambang f 70,000,000 dan
maskapai-maskapai asuransi f 60,000,000.
Kapital yang ditanam di Sumatera Timur
pada tahun 1924 sejumlah f 439,000,000. Di antaranya 55.3% kepunyaan Belanda
dan 44.7% kepunyaan bangsa asing. Kapital bangsa asing yang ditanam dalam industri
pertanian sejumlah f 200,000,000. Di antaranya f 147,500,000 adalah kapital
Inggris, f 300,000,000 milik Prancis dan Belgia, f 15.700.000 milik Jepang dan
f 4.000.000 milik Jerman (International Ocean. No. 6, 1926).
Luas kebun karet pada tahun 1924 sebesar
241,357 bau [note 1]. Di antaranya 42.2% kepunyaan bangsa asing dan 32.4%
kepunyaan Inggris. Berhubung dengan monopoli Inggris, kapital karet Amerika
beberapa tahun belakangan ini sangat cepat meningkatnya di Sumatera. Luas kebun
teh di Jawa 116,664 bau. Kepunyaan bangsa asing 23.8% dan Inggris 17.8%.
Dari tujuh macam hasil utama yang
dikirimkan ke pasar-pasar di seluruh dunia, ekspor gula di tahun 1924, f
491,100,000 atau 32.1 % dari jumlah ekspor. Karet f 202,600,000, atau 13.2%
dari ekspor. Minyak tanah f 158,300,000, tembakau f 123,600,000, kopra f
97,400,000, teh f 93,600,000 dan kopi f 56,600,000 yakni masing-masing 10.3%;
8.1%; 6.4%; 6.1%; dan 4.3% dari jumlah ekspor semuanya.
Pada tahun 1924 ekspor ke tanah Inggris
dan di jajahannya 42.55% dari semua ekspor dan ke negeri Belanda hanya 19.7%,
sedang 40.4% dari Inggris dan tanah jajahannya. Jadi teranglah, bahwa perdagangan Inggris di Indonesia lebih besar
dari semua negeri asing, sedangkan di dalam perusahaan minyak dan kebun-kebun
yang terpenting, kapital Inggris memegang peranan yang terbesar di antara
kapital bukan Belanda. Jadi tidaklah mengherankan mengapa orang Belanda
tergesa-gesa memikat kapital Amerika.
Betul beberapa tahun belakangan ini,
karena iri hati melihat Inggris menjalankan politik karet dengan cara monopoli,
Amerika mulai menanam kapitalnya di kebun karet di Sumatera Timur. Akan tetapi,
hal itu belum menjadi satu kepastian, apakah Amerika hendak menanamkan
kapitalnya di Sumatera dan Jawa saja, sebab di Mindanau (Filipina Selatan) dan
Liberia ada tanah yang subur untuk kebun karet.
Mengakui dan melindungi industri bumiputra
yang modern seperti di India menurut pandangan ekonomi baru tidak akan ada sama
sekali, sebab industri bumiputra modern memang tidak ada. Rakyat hanya diperas,
diinjak-injak dan ditipu. Pemecatan kaum buruh bukanlah satu keanehan, dan
cengkraman pajak makin lama makin erat. Ekonomi rakyat tak perlu disebut-sebut
sebab negeri Belanda terutama bergantung pada kapital luar negeri.
2 comments:
Tan Malaka sosok pahlawan hebat nih om, saya karakter hurufnya ga bisa kubaca jelas, susah dibac om..ganti dong sama karakter lain biar kubaca..makasih, salam kenal
Ia Terimakasih banyak atas masukannya Mba'...
Salam Kenal kembali...
Post a Comment